Lihat dan Pelajarilah.

3:34 PM

"Waaa... rambut ku kena telek cecak... !!!", teriak adik gue sore itu. 

Teriakan itu secara nggak sengaja  membuat suasana makan malam kami menjadi meriah. Sore itu, untuk kali pertama dalam beberapa bulan terakhir, gue akhirnya bisa menikmati makan malam bersama keluarga. Bukan makam malam yang special, seperti makan malam di sebuah restaurant mewah, yang sering dilakukan orang-orang di layar televisi, dengan harga segelas minumnya saja sampai puluhan bahkan ratusan ribu. Melainkan hanya sebuah makan malam sederhana bersama orang-orang tercinta dengan hanya berlauk tempe goreng dan sambal serta teh panas manis. Iya... terkadang hal yang sederhana seperti itu justru merupakan hal yang terindah dan akan selalu dikenang.


"Sudah-sudah, sana rambutnya di cuci dulu". "Habis itu balik kesini dan dihabisin itu makanannya", tutur ibu ke dia

Segera setelah selesai mencuci rambutnya, yang gue juga nggak yakin dia nyucinya pake sampo apa nggak, adik gue kembali ke tempat kami berkumpul sore itu. Kebetulan kami makan malam di ruang keluarga, sambil menikmati siaran berita yang lagi pada seru-serunya bahas tentang ujian nasional tingkat SMA yang (katanya) kacau.

"Pokoknya, aku besok, kalo udah gedhe nggak mau masuk SMA !!", komen adik gue saat mendengar isi berita itu di tipi itu.

 "Lah terus kamu mau masuk apa?",

"Aku mau masuk SMK aja"

"lha di SMK sama di SMA itu sama aja, kalo mau lulus ya harus pake ujian nasional"

"Ngggaakkk!!! Pokoknya aku mau masuk SMK yang nggak pake ujian nasional", tambah adik gue ngotot.

Sore itu bertambah seru saja saat mendengar adik gue bicara seperti itu,  dia berani beradu pendapat dan nggak mau ngalah dengan orang yang jauh lebih tua. Ah! Benar-benar sore yang indah, pikirku.

Sudah cukup lama rasanya gue nggak dengerin celoteh-celoteh ngasal dari adik gue yang masih SMP kelas 1 ini. Celoteh tentang impian-impian ngawurnya, tentang hal baru yang dia temuin di sekolahnya, bahkan celoteh tentang seorang tersangka kasus pembunuhan yang mukanya ditutupi dengan topeng Power Rangers, yang merupakan satu dari sekian banyak tokoh idola dari adik gue. Saat itu, gue nggak berani membayangkan seberapa besar hancurnya perasaan adik gue melihat berita itu.

Gue bangga dengan adik gue. Dengan segala impian yang dia miliki, walaupun setiap kali dia cerita tentang mimpinya pasti selalu berubah-ubah, entah mau jadi menteri pendidikan agar bisa menghapus UN lah, mau jadi pemilik stasiun tipi yang nggak punya acara lah, bahkan cerita tentang mimpinya mempunyai tambang minyak di deket WC rumah. Hal-hal seperti itu, bagi kita mungkin memang kedengaran sangat mustahil untuk bisa terwujud menjadi sebuah kenyataan. Namun, gue bangga dengan keberaniannya dalam memimpikan sesuatu, memimpikan suatu hal yang mustahil buat beberapa orang. Karena seharusnya mimpi itu memang seperti itu.

Setelah acara makan bersama sore itu selesai, tiba-tiba, adik gue langsung lari ke dalam kamarnya. Sepertinya dia mencari sesuatu yang sudah dia simpan sejak lama di dalam sebuah kotak rahasia yang selalu dia pamerkan ke orang-orang yang ada di rumah. 

Iya... agak aneh memang menyebut sesuatu rahasia tapi sering di pemerkan ke orang-orang sekitar.  Itu sama kaya seorang secret admire mengaku bahwa dirinya adalah secret admire. Pikir gue waktu itu.

Setelah menemukan benda yang adik gue cari, dia lantas kembali ke ruang keluarga dengan mengepalkan tangannya, seperti hendak meninju seseorang. Dan benar saja, saat kepalan tangannya terbuka ada sekitar lima sampai tujuh buah karet gelang berwarna-warni di dalamnya.

Apa yang hendak kau lakukan ini, nak! 

"Mau buat apa karet sebanyak itu?", tanya gue waktu itu.

"Aku mau balas dendam ke cecak yang udah eek-in rambutku tadi", begitu jawabnya mantap sambil menatap penuh dendam terhadap cicak yang berada diatas kami. 

Sekilas, saat gue menatap ke matanya semacam ada kobaran semangat yang terpercik didalamnya. Kobaran semangat untuk membalas dendam akan penghinaan yang diberikan kepada seekor cicak yang eek sembarangan.


Tak lama berselang adik gue sudah menentukan cicak mana yang tadinya eek di rambutnya, yang gue sendiri nggak yakin itu benar, adik gue lantas menarik sebuah karet gelang yang ada di tangannya. Kemudian dia membidik sasarannya dengan memajamkan sebelah matanya, melihat ke arah atas, menentukan kecepatan angin dan arah angin yang berada di sekitarnya untuk selanjutnya bersiap-siap melepaskan jebretan karetnya. 

Saat itu gue melihat semua adegan yang diperagakan adik gue ini mirip seperti adegan-adegan yang dilakukan oleh para penembak jitu di film-film tentang pembunuh bayaran yang pernah gue tonton sebelumnya. Mereka, para penembak jitu itu, sebelum menembak sasaran mereka dengan tepat . Mereka akan melakukan suatu hal yaitu melihat dan mempelajari. Mereka melihat apa dan bagaimana sasaran yang akan mereka tembak. Kemudian setelah mereka mengamatinya, mereka  akan mempelajari sasaran itu, bagaimana sebaiknya, bagaimana kondisi di area sekitar, dan bagaimana agar sasarannya kena. 

Mereka juga mempelajari untuk dapat mencari celah saat sasaran mereka lengah dan... BAMMM!!! Tiba-tiba ada peluru keluar dari ujung senapan dan dengan kecepatan tinggi peluru itu menembus jantung sasaran mereka yang kemudian jatuh.. dan akhirnya mati.

Begitu pula saat adik gue bersiap melakukan jebretan karetnya ke arah cicak yang menunggu manis diatasnya. Dia lihat sasarannya dengan cermat dan mempelajarinya, lalu WUSSS....!!! karet pun melayang ke arah cicak yang ada di dekat lampu.

"Asemm... mleset!!" "Padahal kurang dikit bangat je!!", begitu katanya saat melihat karet yang dia hempaskan ke arah cicak tak mengenai sasarannya.

Tak ada sedikit pun ada raut menyesal tergambar di wajahnya, walaupun kenyataan dia gagal melakukan misi balas dendamnya. Yang ada  saat itu adalah senyum karena dia gagal, senyum karena dia punya kesempatan untuk mencoba lagi. Ah! dia memang adik gue yang hebat.

Lalu dia mencoba lagi. Tiga, empat, lima kali dia berusaha mengincar sasaran yang tepat berada di atas kami. Namun, tak satupun karet yang berhasil mengenainya. Sampai akhirnya cicak yang menjadi sasarannya pun pergi menjauh dengan sendirinya. Dasar cicak tak tahu diri.

Tak berapa lama kemudian, setelah percobaan demi percobaan pembalasan dendam dia gagal, adik gue terduduk di depan televisi. Kembali menyaksikan berita-berita yang memang belum seharusnya dia tahu.

"Udah yang jebretin cicak?"

"Udah mas,, capek. Nggak ada yang kena!!", begitulah jawab dia dengan muka sedikit muram karena usahanya nggak membuahkan hasil yang baik.

Penasaran dengan kegagalan yang dialami adik gue itu, akhirnya gue memutuskan untuk ikut mengamati cicak-cicak lain yang berada di atas gue, cicak cicak itu sedang berkerumun mencari santap malamnya, nyamuk. 

Mereka terlihat sangat tenang dan berhati-hati dalam menentukan pilihan menu makan makannya, yang kesemuanya nyamuk. Mereka mengamatinya baik-baik dan dengan sekejap.. lidah terjulur dari mulut mereka menangkap seekor nyamuk  yang  saat itu sedang asyik berjemur di panasnya lampu.

Gue tiba-tiba tersadar akan satu hal aneh. Gue lalu berpendapat bahwa cicak itu adalah hewan yang paling sabar. Lihat saja buktinya, hanya demi  menangkap seekor nyamuk, dia perlu melihat, mengamati, dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi incarannya dan memerlukan waktu yang nggak sebentar untuk bisa menyakinkan dirinya sendiri akan pilihan yang sudah diambilnya. 

Kadang kala yang terjadi adalah setelah cukup lama cicak melihat dan mengamati apa yang menjadi sasarannya, eh.. malah nyamuk yang menjadi sasarannya kabur tanpa pesan meninggalkan si nyamuk sendirian. Dasar nyamuk tak tahu diri! 

Tapi apakah dengan begitu cicak merasa galau?? Gue rasa enggak, tapi ini bukan berarti gue pernah ngobrol langsung ke cicak ya. Entah kenapa, tapi kalo menurut gue.. selain penyabar cicak itu adalah binatang yang paling optimis dalam kehidupannya. Cicak selalu percaya bahwa suatu saat akan ada nyamuk lain yang datang menggantikan nyamuk yang pergi tadi. Seekor nyamuk, yang bisa jadi, lebih baik dari sebelumnya. Seekor nyamuk yang memang khusus diciptakan untuk dia. Untuk menjadi makanan dan bukan  menjadi pendamping hidupnya.


Saat melihat cicak di atas gue, gue jadi penasaran dengan apa yang sebenarnya sedang dilihat cicak di atas gue. Dari tempat gue berdiri memang cicak itu kelihatan  sedang melihat ke arah depan, melihat ke arah nyamuk yang sedang dia incar. Tapi apakah benar seperti itu, apakah ada kemungkinan cicak itu sedang menatap ke arah lain?? ke kiri, kanan, atau mungkin ke bawah.

Melihat, kebawah, ke arah gue yang cukup lama berdiam diri memandangnya sambil berpikirian, "Enaknya gue eek-in dimana ya orang ini??" atau mungkin berpikiran "Nih orang ngapain sih lihatin gue melulu dari tadi. Kepo banget"


Lalu gue berandai-andai menjadi seekor cicak yang sedang mengincar seekor nyamuk betina yang habis ngegigit manusia sampai kena malaria. Saat nyamuk yang gue incar itu hinggap dan berjemur di dekat lampu,  gue datang, berjalan dengan sangat pelan mendekatinya, lalu gue kepoin segala aktifitas yang dia lakukan, gue stalking-in timeline twitternya, dan gue deketin teman-temannya agar gue selalu tahu kabar darinya. 

Kemudian datanglah saat-saat yang sangat tepat untuk  mengutarakan perasaan menjulurkan lidah gue, saat lidah gue sudah mulai keluar dari mulut gue, berusaha menangkap apa yang udah gue incar dan hanya kurang beberapa senti lagi.. tiba-tiba nyamuk itu terbang pergi menjauh dari gue. 

Nyamuk itu terbang menjauhi gue yang sudah sekian lama berdiam diri didekatnya, berdiam sambil men- stalk-ing-in kehidupan dia, men- stalk-ing-in dari status-status yang dia buat, dan dari timeline twitternya yang jarang di update. Menjauhi gue yang cukup lama berdiam diri sambil menunggu datangnya waktu yang tepat untuk mengutarakan mengeluarkan lidah gue untuk mengkapnya.

Tapi, nyamuk kan nggak pernah galau dan selalu optimis. Lalu untuk menenangkan diri,  gue akan  mengatur,  mereset pikiran gue bahwa sebentar lagi pasti akan datang seekor nyamuk lain yang lebih oke dari dia, nyamuk yang memang sudah di takdirkan untuk menjadi makan malamku.

Kemudian, ke optimisan gue itu mendadak hancur saat melihat kenyataan bahwa untuk setiap nyamuk baru yang akan datang pasti akan ada seekor cicak lain yang  mendekat

Mungkin, seandainya saat itu gue nggak terlalu terfokus mengejar apa yang gue inginkan --dalam hal ini nyamuk betina tadi-- dan berusaha melihat apa yang ada di sekitar gue, gue malah akan mendapatkan apa yang sebenarnya gue butuhkan. Tapi bodohnya gue, mungkin karena terlalu terobsesi dengan sosok yang ada di depan gue, terobsesi dengan nyamuk idaman gue, gue malah melupakan hal yang jauh lebih penting dari semua itu. Ah! Jadi nyamuk aja gue bisa sebodoh itu.

Akan tetapi, seperti yang dialami adik gue tadi, agaknya gue justru berterima kasih karena gue gagal mendapatkan nyamuk impian gue itu. Berkatnya, gue jadi belajar hal yang baru untuk bisa mendapatkan nyamuk yang lain. Untuk dapat melakukan hal seperti itu, mendapatkan nyamuk lain, hal yang  perlu gue  lakukan adalah melihat dan mempelajari. 

Melihat apa yang sudah pernah gue alami dan mempelajari kenapa hal itu nggak berhasil dengan baik serta bagaimana semestinya.

Lalu si cicak ini berandai-andai, seandainya setiap orang di negara ini bisa melakukan hal yang sama maka  tidak mustahil akan terwujud suatu kehiduapan yang jauh lebih indah di negara ini. 

Carut marutnya Ujian Nasional SMA kemarin misalnya, sebenarnya bukan merupakan hal yang baru kan?? Tapi apa yang terjadi, hampir setiap tahun kejadian yang sama selalu terjadi. Menurut logika cicak hal ini mungkin karena kita --Manusia di Negara ini-- terlalu banyak melihat tapi kurang dapat mempelajari sesuatu. 

Tapi percaya nggak percaya sih, ini kan cuma logika cicak yang tentu saja masih kalah jauh jika dibandingkan dengan logika manusia. Mungkin menurut manusia nggak cukup hanya dengan melihat dan mempelajari saja perlu ada hal a, b, c, dan d yang perlu dilakukan. Namun, ketahuilah bahwa selalu akan ada kata terlambat untuk dapat membenahi sesuatu jika tidak segera.

Ya.. itulah cicak dengan segala pemikiran-pemikiran ngawur nya. Cicak bebas melakukan semua hal itu karena cicak nggak akan pernah terikat suatu aturan yang manusia buat. 

Dan cicak ini pun berpepatah "Kalau confusius berkata: Aku melihat dan aku lupa. Aku mendengar dan aku tahu, aku melakukan dan aku ingat." "Maka aku akan berkata: Aku mendengar dan aku tahu, Aku Melihat dan Aku Mempelajari"



terimaksih buat mas JATI atas ide ceritanya.

9 Responds