Kepada Hujan..

12:26 PM

picture taken from http://www.deviantart.com/morelikethis/186133115

Hujan pertama di bulan ini turun dengan derasnya. Mengubah suhu udara yang terasa begitu sangat gerah dan menggantikannya dengan udara sejuk nan menyegarkan. Walaupun malam sudah hampir larut, tapi tak ingin rasanya meninggalkan suasana meneduhkan ini. 

Aku suka hujan pertama ini.. Ribuan rintik airnya yang seolah berlomba untuk cepat sampai di atas tanah, suara nya yang saling bersahut-sahutan seakan tak perduli dengan semua hal yang telah mereka tinggalkan, dan aroma tanah yang basah yang selalu menyuguhkan ketenangan.

Beberapa orang mengaku mendambakan hujan agar segera hadir di hari-hari mereka untuk sekadar mengusir panas yang mengusik. Tapi ketika hujan datang menghampiri mereka, mereka malah berlindung di balik payung-payung mereka. Dalam hati mereka berkata, Kenapa harus turun hujan se deras ini sih!

Tapi, apakah hujan memperdulikannya? 

Tidak.

Ia tetap saja turun dengan seenak hatinya. Tak memperdulikan apa kata orang.  Ia tetap saja dapat membawa bahagia bagi alam semesta yang telah lama kering kerontang. Terus menerus memberi tanpa pernah mengharap kembali. Tanpa pernah peduli.

Bukankah seharusnya cinta pun seperti hujan? Yang terus menerus memberi walau tahu jarang ada orang yang peduli.

Seandainya hujan punya bahasa yang mampu didengar manusia... Apakah yang akan ia katakan? Apa ia akan marah karena selalu disalahkan karena adanya banjir yang menghanyutkan harta benda mereka? Apa dia akan menyapa kita dengan senyum manjanya? Apa ia mau menjadi teman setia untuk mengungkapkan segala keluh kesah kita, saat tak ada seorang pun mau?

Bagi beberapa orang, hujan mempunyai makna tersendiri. Satu diantaranya berasumsi bahwa dari hujan lah manusia belajar untuk jatuh *). Beberapa diantaranya berasumsi bahwa hujan mampu menghadirkan kembali kenangan yang telah lama terpendam. Baginya, hujan hanya sepersen air dan sisanya adalah kenangan **).

Mungkin itu yang membuat hujan mempunyai tempat istimewa malam ini. Seakan dengan rintikkannya yang semakin deras itu ia berusaha berbicara kepada setiap manusia yang mau mendengarkan. Berbicara dengan bahasanya sendiri mengajak setiap orang untuk mau menyampaikan keluh kesahnya, dengan harapan agar itu semua dapat terbawa pergi bersama aliran  hujan.

Aku terduduk di bawah jendela yang terbuka lebar, membiarkan beberapa tumpahan hujan membasahi dinding kamar ku. Aku memandangi nya sembari berharap bisa mengerti cara berbicara dengannya. 

Aku ingin meluapkan segala cerita yang telah terpendam di dalam dada. Cerita tentang rasa penasaranku tentang adilkah hidup ini. Adilkah saat kau tiap hari duduk bersimpuh, lima kali sehari, memohon satu hal yang tak pernah terwujud.

Kepada hujan, aku ingin sekali membagi kisah pilu ini. Tentang cinta yang selalu pergi saat ia sudah begitu terasa dekat. Tentang betapa sakitnya harus mengulangi cerita yang sama berkali-kali. Duduk bersimpuh memohon agar dia tak pergi lagi, lalu keesokkan harinya harus menerima kenyataan bahwa, lagi-lagi atas nama persahabatan, ia kembali pergi. Tak pernah menoleh kebelakang lagi.

Kepada hujan, aku ingin membagi keluh kesah tentang mereka yang lalu lalang di sudut hati. Mereka yang memberi makna tersendiri tentang persahabatan. Beberapa diantaranya beranggapan, cinta dalam persahabatan adalah racun yang membuyarkan segalanya. Tapi.. Bukankah hal yang membuat sebuah persahabatan menjadi indah adalah perasaan di dalamnya. Padamu, aku ingin bertanya, apakah jatuh cinta pada sahabat sendiri adalah sebuah dosa? 

Suara gemericik air semakin terdengar seolah-olah hujan sedang tertawa mendengarkan cerita ini. Seolah-olah ia mampu mengerti apa yang ada di relung hati ini. Lewat deras hujan yang turun seakan memberitahuku bahwa tak ada yang perlu disesali. Belajarlah padaku, belajarlah cara mencintai lewat setiap tetes dari diriku. Belajarlah untuk mencintai dengan sepenuh hati. Dan ingatlah, cinta yang sepenuh hati itu selalu ditunjukkan dengan sikap selalu memberi. 

Kepada hujan yang turun malam ini. Apakah benar hujan itu terdiri dari sepersen air dan sisanya adalah kenangan? Apakah itu yang menyebabkan setiap kali kau turun, ada keteduhan yang tak pernah jera untuk menyapa. Kepadamu malam ini aku ingin mengadu tentang kenangan dengan sahabat ku yang paling aku sayang. Walaupun saat ini dia sedang dengan lelakinya, dan aku pun dengan seorang yang selalu mampu membuat ku tersenyum. Salahkah aku yang masih menyimpan perasaan mendalam dengan dia walaupun kini aku tak lagi sendiri?

Hujan, kalaupun kau tercipta dari kenangan. Kenangan manakah yang telah menciptakan mu? Kenangan akan pahitnya cinta beda dunia atau kenangan akan pahitnya cinta beda keyakinan. 

Aku pernah mengalami yang kedua. Bahkan sering. Lalu aku berpikir apakah benar Tuhan itu maha adil? itu pertanyaan ku selanjutnya untuk mu. Kalau pun benar demikian, kenapa ia menciptakan berbagai macam keyakinan untuk meyakini keberadaanNya yang Esa itu. Apakah hukum yang dibuat manusia bahwa mereka yang berbeda keyakinan tak boleh bersama dan harus selalu berseberangan harus selalu dipatuhi. Kalaupun Tuhan itu Esa, bukankah dengan cara apapun menyakini keberadaanNya akan tetap sama. Jadi, apakah masih penting bagaimana cara menyakini keberadaan Tuhan kalau pada akhirnya semua orang percaya Tuhan itu ada?

Lalu apakah mereka yang punya cinta dengan beda keyakinan dapat kembali dipersatukan atas dasar itu?

Kepada hujan yang turun malam ini. Aku ingin mengadu kepadamu. Tentang ibu ku yang akhir-akhir ini rajin membaca iklan baris di koran. Tentang bapak ku yang juga tak henti menanyakan kapan aku akan pergi mencari makan. Tentang tetangga yang selalu bertanya sudah kemana saja masukin lamaran. Haruskah aku menanggung harapan dari kesemua orang ini? Ketahuilah, aku hanya ingin berbuat baik untuk mereka, tanpa harus lagi bertindak menyusahkan. Aku hanya ingin menghadirkan ketenangan di hati mereka.

Aku tahu di tengah-tengah riuh nya suara mu itu, kau sedang mendengarkan cerita ku. Mungkin orang tua ku akan langsung membawa ku ke rumah sakit jiwa kalau saja melihat apa yang ku lakukan sekarang ini. Duduk menghadap langit hitam dengan pandangan kosong, bercerita panjang lebar tantang mantan, kenangan, dan harapan. Karena hanya kepadamu lah aku bisa leluasa mengungkapkan semua itu.

Ketahuilah.. Aku ingin menjadi hujan. Yang hari ini turun membawa damai lalu pergi tanpa merasa tersakiti. Aku pun tahu malam akan selalu hadir dengan segala kemisteriusannya. Aku juga tahu bahwa ribuan tetes air mu yang telah jatuh tak akan pernah kembali hadir. yang aku inginkan hanyalah sebuah keyakinan bahwa apapun yang aku jalani, itu memang pantas untuk ku jalani. Dan seiring dengan semakin memudarnya awan hitam di langit, seiring dengan menghilangnya jejak-jejak air, aku akan terlelap menunggu pagi menghadirkan cerita yang baru. 

----------
*) kredit to Gigih Adiguna
**) kredit to Wira Setianagara

4 Responds