Pindah

4:20 PM

Sudah hampir tengah hari dan gue masih sibuk sendiri di ruangan ini. Duduk bersila di lantai yang tanpa alas. Berhadapan dengan tumpukan kertas yang berserakan dimana-mana. Membuat ruangan yang hanya berukuran 3x3 m ini semakin mirip dengan kapal pecah. 

Sudah genap empat hari berlalu sejak upacara pemindahan tali itu. Upacara yang sarat akan kesan formalitas. Upacara yang membuat teman-teman wanita rela bangun jam tiga. Berdandan cantik seolah putri raja. Untuk hadir di acara yang mereka sebut dengan wisuda.

Sejenak gue berdiri, menegakkan tulang-tulang gue yang membungkuk sedari tadi. Mencoba mencari udara segar ditengah kekacauan yang gue buat sendiri. Besok gue akan pindahan.

Ada sesak yang begitu nyata yang tiba-tiba terasa di dada. Setengah merasa ragu bahwa gue akan meninggalkan ruangan ini. Ruangan yang telah dengan sangat sabar menemani perjalan selama empat tahun ini. Ruangan yang bahkan bisa lebih lama bertahan dengan gue dibanding mereka yang sempat lalu lalang di hati. Ruangan yang di sudut-sudutnya dipenuhi dengan cat tembok yang mengelupas,  menampilkan sosok asli tembok yang begitu muram, dihiasi dengan dua rak buku berjejer rapih di sebelah kanan dari pintu. Hah..!! Gue tersenyum kecut saat kembali mengingat kenapa gue sampai mempunyai dua rak buku dalam kamar sesempit ini. Rak buku yang bahkan sangat anti diisi dengan buku-buku penunjang kuliah. Dua buah rak buku yang memang gue khususkan untuk menampung koleksi novel-novel yang gue beli dengan cara menyisihkan uang dari hasil kerja paruh waktu.

Di sisi yang berhadapan dengan rak buku itu, teronggok dengan manis sebuah komputer yang tak jarang menjadi sasaran pukulan dan berbagai macam bentuk umpatan gue saat merasa patah hati.  Dia menjadi bentuk representatif gue akan kekecewaan yang gue alami. Tapi dia tak pernah merasa marah akan semua  perlakuan gue, malah dia yang setia membantu menyelesaikan tugas-tugas yang selalu saja baru gue ingat saat besok harus dikumpulkan. Di depan teman tua yang setia --sebutan gue untuk komputer itu-- dua buah kasur teronggok. Satu kasur merupakan peninggalan dari teman sebelah yang harus terlebih dahulu berpindah ke tempat yang lebih baik. Hanya ada dua bantal di atas nya, dengan satu guling dan sebuah selimut yang terlipat rapih. 

Selain itu masih ada lemari kecil yang menampung helaian pakaian yang masih terbungkus plastik karena baru saja gue ambil dari laundry. Juga sebuah meja belajar kecil yang menjadi tempat gue meletakkan sebuah televisi ukuran 14 inchi. Sisa tempat di kolong meja itu lah beragam peralatan listrik tertancap. Gue juga masih heran, dengan semua benda-benda itu di kamar ini, masih ada sela yang bisa gue gunakan duduk hari ini.

Dua buah kardus bekas mi instan berwarna coklat dan sebuah kardus bekas tempat monitor komputer yang ukurannya sedikit lebih besar kini juga tak mau kalah mengambil bagian mengisi kamar ini. Tumpukan kertas-kertas yang sudah selesai gue pilah telah mengisi separuh tempat salah satu kardus itu. Sisa kertas lainnya yang tak terpakai nasibnya akan berakhir di sebuah tempat rongsokkan, setelah berhasil gue tukar dengan beberapa lembar uang limaribuan. 

Pindahan adalah satu rutinitas yang memang harus gue jalani. Di usia yang semakin diringkus aliran waktu ini, menyoal pindahan bukan kali pertama. Tapi, selalu saja ada hal yang tak pernah gue sukai tentang semua ini.
Tak bisa dielakkan memang, bahwa pindahan akan membuat kita berurusan dengan benda-benda masa lalu yang dengan susah payah kita coba lenyapkan. Termasuk gue yang kembali menemukan  sebuah foto polaroid yang pinggiran kertasnya mulai berubah menjadi kusam di dalam tumpukan kertas bekas.

Di dalam foto itu masih tergambar jelas sunggingan senyum dua orang yang dimabuk asmara. Gue memandang wajah perempuan yang ada di dalam foto itu. Sesak kembali menyiksa gue saat deretan kenangan kembali memenuhi ruangan dalam otak gue. Dia adalah perempuan yang selama empat bulan menjadi pusat dari dunia gue. Namun, dengan waktu yang relatif singkat itu, dia telah mampu menggoreskan tinta yang sangat dalam di lembaran kisah hidup gue. 

Untuk beberapa lama gue hanya mampu terdiam. Seolah ada paku raksasa yang ditancapkan tepat di ubun-ubun. Ada rindu yang terlalu. Lubang dalam diri yang sedikit demi sedikit sudah tertutup kini mulai terbuka kembali. Kembali menghadirkan luka karena ditinggal begitu saja, tapi juga canda juga tawa saat kami bersama. 
 
Hampir satu tahun gue susah payah melupakannya, memendam rasa yang ada, tapi begitu ada kesempatan, dia kembali ada. Memporak-porandakan semua yang tersisa. 

Foto usang itu pun akhirnya gue masukkan dalam kardus bekas tempat monitor yang di luarnya tertulis 'barang pribadi'. Gue pun kembali larut dalam tumpukan kertas-kertas lainnya. Keterkejutan gue kembali hadir saat menemukan secarik surat cinta yang tak pernah berani gue kirimkan. Surat yang tertanggal awal bulan tahun 2011. Tahun kedua gue kuliah. Pelan gue membaca kembali surat itu, mencoba kembali meresapi apa yang gue rasakan waktu itu. Ada kegelian tersendiri saat membaca kalimat-kalimat di surat itu. Tak pernah gue kira jatuh cinta mampu membuat kita menuliskan kata-kata futuristik tanpa ada jeda. 

Tertempel pada kertas usang yang telah dipenuhi noda kekuningan itu sebendel kertas bertuliskan 'my dream note'. Tertulis dengan tinta berwarna hitam pada beberapa helai kertas binder. Beberapa diantara tulisannya sudah tertutup dengan coretan tebal warna merah, pertanda bahwa gue sudah mencapainya. Tertulis di dalamnya mimpi-mimpi sederhana gue yang harus dicapai dalam empat tahun ini. Ada tawa saat gue membaca satu impian sederhana yang nampaknya tak bisa gue capai selama kuliah. Impian untuk punya seorang pacar anak komunitas paduan suara. 

Hal-hal aneh berikutnya yang gue temukan adalah sebuah foto usang yang menggambarkan kepindahan pertama gue ditempat ini. Foto enam orang penghuni kost yang satu persatu dari mereka harus berpindah ke tempat yang lebih baik. Menjalani sebuah siklus hidup selanjutnya. Sebuah siklus yang gue sebut dengan proses penemuan jati diri.

Perpindahan memang selalu meninggalkan kesan mendalam bagi gue. Perpindahan gue maknai bukan hanya sebuah proses untuk menemukan satu tempat yang nyaman bagi diri gue. Lebih dari itu, perpindahan selalu menjadi tempat gue belajar hal yang baru. 

Perpindahan layaknya sebuah perjalanan spiritual bagi gue. Ada penempaan kedewasaan di dalamnya, ada pembelajaran, ada tangis, tawa, suka, duka yang selalu mewarnai setiap  perpindahan yang gue alami.
Gue ingat saat pertama kali merasakan sakit hati, ingat betapa susah nya gue move on dari nya, mencoba menemukan kembali hati lain untuk gue jadikan sebagai tempat pindah selanjutnya. 

Gue ingat bagaimana rasanya pertama kali pindah di situasi yang baru. Ingat betapa susahnya berusaha beradaptasi, mengubah kebiasaan lama gue dengan yang baru. Ingat bagaimana susahnya harus memulai melakukan sesuatu yang baru. Susahnya membangun kembali kenyamanan yang harus gue tinggalkan.
Butuh waktu yang tak singkat memang untuk mulai terbiasa dengan hal yang baru dan menjadikannya sebagai satu kebiasaan. 

Butuh waktu memang untuk menemukan kenyamanan dalam kisah hidup gue yang baru. Menemukan hati baru yang bisa disinggahi. 

Satu hal yang selalu gue ingat. Ketika kita siap dengan hal baru, maka kita juga harus siap melupakan hal yang lama. 

Kini saat kenyamanan sudah gue dapatkan. Saat kebiasaan baru telah tercipta. Saat gue telah bertemu dengan hati baru untuk gue singgahi. Gue harus kembali mengalami perpindahan. Bersiap menghadapi hal yang baru dan meninggalkan yang lama. Ada perasaan enggan melakukannya. Ada ketakutan yang teramat sangat, ketakutan akan kehilangan hal-hal yang sudah gue dapatkan selama ini. Takut untuk mulai hal yang baru, takut tak akan pernah bertemu mereka yang sangat berharga bagi gue saat ini, takut hal sama tak akan terjadi lagi jika gue pindah dari tempat ini.

Tapi seberapa besar pun ketakutan itu, siklus hidup tak boleh terhenti padanya. Perpindahan memang hal yang harus dialami semua orang normal. Siap tak siap, mau tak mau. Perpindahan akan selalu ada bersama kita.

Dan ingatlah ketika kita akan kembali mulai perpindahan, kita akan kembali menemukan kenangan yang coba kita lupakan. 

Hari sudah semakin sore ketika gue menyelesaikan persiapan perpindahan gue. Semua hal, semua kenangan telah ditempatkan pada tempat yang semestinya. Menunggu dengan sabar untuk digali kembali, satu saat nanti..

2 Responds