Hujan di Sudut Mata

2:47 PM


 "If I were reborn, I wish I could be with be you in my future life"

Ada banyak sekali persepsi orang tentang apa itu sahabat, hujan, dan air mata. Satu sama lain mungkin tak pernah sama atau malah sebaliknya. Ada yang mengartikan bahwa hujan adalah sulaman air mata seorang sahabat yang sedang dilanda gundah gulana. Ada pula yang berkata bahwa hujan air mata adalah sesuatu yang tidak pernah kita harapkan kehadirannya pada diri sahabat yang kita miliki.

Bagiku, sahabat dan air mata memanglah harus dijauhkan. Karena pernah dalam suatu masa, ketika aku mengawali cerita dengan seseorang, aku sesumbar bahwa aku tak akan pernah membiarkannya menitikkan air mata walau hanya sebutir. Aku tak akan pernah mengira itu akan menjadi janji yang harus aku pegang sampai mati. 

Lalu, hujan? 

Aku suka hujan. Terlebih hujan di ujung senja yang mulai menggelap. 

Seperti gelapnya cahaya matanya saat kami berjumpa. Tak pernah sedikitpun terlintas di imajinasiku bahwa perempuan paling spontan yang pernah aku kenal, perempuan yang akan marah jika dibilang kalau berhidung pesek, perempuan yang beranggapan bahwa pensil alis adalah benda kedua yang wajib ada di tas nya selain handphone, saat itu menjadi sosok yang beku tak berdaya dipukul kenyataan yang membuat pilu.

Aku ingat hari itu, kami sedang duduk berdua di lantai 15 apartemennya. Menjadi saksi akan riuhnya jalanan di bawah sana, menjadi saksi terbenamnya cahaya matahari musim panas di belahan selatan bumi. Hanya terbalut dengan baju tidur tipisnya, kami menikmati sendunya langit Australia. Tak banyak cerita yang sanggup ia katakan seperti biasanya. Yang ada kala itu hanyalah untaian air mata yang tak kunjung kering di pelupuk matanya. 

"Sudahlah... Jangan sedih mulu." kataku sambil mengusap air mata di pipinya.
"Sorry ya nyoo.. Aku cuma bisa ngrepotin kamu terus"
"Nope. You always know that you can count on me whenever you need me. That's my promise"

Sebuah lengkungan bulan sabit tersemat di bibirnya yang berwarna semu merah. Seakan dengan itu dia mampu menyamarkan segala duka yang bergejolak di dadanya. Dan aku tahu bahwa dia sedang berpura-pura. Sekuat apapun orang memendam rasa cinta kepada seseorang. Sekuat apapun orang menahan amarah dan atau mungkin rasa dahaganya. Tak ada yang mampu membendung air mata. Terlebih air mata dari perempuan yang kita cinta.

"Semua akan kembali seperti semula. Akan baik adanya." Kataku sembari menggenggam kedua tangannya. "Kamu kembali fokus saja dengan apa tujuanmu disini" 
Dia mengganggukan kepala, entah setuju atau hanya mencoba membuatku merasa sedikit lega dengan keadaanya.

Matahari mulai menghilang dan hangat sinarnya pun kian pudar. Lampu-lampu jalanan di bawah kaki kami mulai menyala dan puluhan orang mulai berjumpal memenuhi jalan-jalan yang disekelilingnya dipenuhi penjaja makanan.

"Selamat ulang tahun, ya" kataku kepadanya yg masih menyandarkan kepalanya di bahuku.
"Ulang tahun ku masih besok." jawabnya
"Iya.. aku tahu. makanya aku ngucapinnya hari ini. Aku hanya ingin jadi yang pertama mengucapkannya"

Karena terkadang, kita sering lupa untuk hanya sekedar mengucapkan hal-hal yang terdengar sepele tetapi sebetulnya sangat berarti. Ucapan-ucapan 'selamat pagi', 'selamat ulang tahun', atau bahkan hanya sekadar sapaan 'hai' sering kali terlupa bersama waktu yang semakin menua.

"Hadiah apa yang kamu mau di ulang tahunmu?"
Dia menggeleng. Aku tahu adalah sesuatu yang tidak tepat menanyakan pertanyaannya itu kepada dia yang sedang dirundung lara.

Dengan dia, aku telah melampauhi banyak cerita bersama. Dari orang asing yang tak kenal satu sama lain hingga menjadi seorang sahabat yang begitu erat ketika tangan kami saling menjabat. Tiga tahun lamanya. Dan selama itu tak hanya cerita yang telah kami bagi bersama. Rasa cinta, duka, hingga perihnya kasta yang menjadi batas yang begitu nyata di antara kami berdua.

Tapi itu tak pernah menjadi satu hal yang kami keluhkan bersama. Janji untuk saling percaya dan menjaga satu dengan lainnya memang menjadi obat yang ampuh mengusir segala keraguan yang ada dan bersemayam di dalam dada.

Angin malam bercampur wangi parfum menyerbak, menusuk-nusuk hidung. Melahirkan rasa gatal yang tak tertahankan. Dan dia masih saja memeluk tangan kiri ku. Semakin erat dan erat. Seakan dia lupa bahwa aku bukanlah guling yang tak bisa merasakan kesemutan.

"Aku mau membacakan puisi untuk kado ulang tahunmu, besok"

Awan merayap pelan menunggu jawaban.

"For me, your presence in here is the best present, nyoo. Itu udah lebih dari sekedar hal yang paling aku inginkan di usia ku yang kian hari kian bertambah" katanya seraya membenamkan wajahnya di pundakku. Erat, hangat dan basah saat aku merasakan derasnya air mata yang mengalir bagaikan hujan yang turun di akhir senja yang menggelap. Satu-satunya hujan yang paling tak aku suka. 

Sambil sesenggukkan lirih dia berkata, "Just... If I were reborn, I wish I could be with be you in my future life"


Dan saat itulah aku tahu bahwa masih banyak hal yang belum selesai di antara kami berdua. Selamat Ulang Tahun, Nyoo...

Puisi berjudul Kamus Kecil karya Joko Pinurbo *


* Buku hadiah dari Vania, Thanks ya.




6 Responds