Rangga: Sebuah Pledoi

10:36 PM


Sahabatku Trian,

Saya menulis ini di tengah-tengah perasaan gundah gulana yang kian tiada terperikan. Saya tak pernah bermaksud melakukan itu semua kepadamu. Dan, kini, ijinkan saya untuk mengutarakan semuanya, agar tiada dendam di antara kita berdua.

Sahabatku Trian,
Hari itu di Jogja, Saya sama sekali tak pernah ada niatan untuk menemui Cinta. Walau saya tak pernah memungkiri bahwa Saya masih selalu memikirkannya. Saya juga tak mengerti tentang konstelasi semesta yang pada akhirnya membawa cerita saya bertemu dengan Cinta.

Hari itu saya bertemu Cinta. Tentu ada bahagia yang Saya rasa, tapi, ketahuilah sahabatku, hari itu Saya sebenarnya ingin mengakhiri semua cerita yang Saya tulis untuk Cinta. Maka Saya mengajak Cinta bertemu dengan harapan Saya bisa berdamai dengan apa yang tersisa.


Saya memang salah karena dengan begitu tiba-tiba menghilang dari orbit milik Cinta. Dan Saya salah karena hanya selembar surat yang memberitahukannya. Saya memang tak tahu tentang seberapa banyak air mata Cinta yang jatuh berlinang.  Saya juga tak pernah tahu bagaimana sedih atau pun marahnya Cinta kepada Saya waktu itu. Saya tahu bahwa Saya tak mungkin bisa membahagiakan Cinta hanya dengan sajak saja. Itulah mengapa Saya memutuskan untuk menepi dari diri Cinta.

Dan, Saya tahu apa yang Saya lakukan ke Cinta itu…Jahat.

Sahabatku Trian,
Hari itu di café, Saya melihat cincin pertunangan melingkar indah di jemari tangan kiri Cinta. Saya ikut bahagia tapi juga sangat meradang karena luka yang tak akan segera padam.
Saya bahagia karena Saya percaya bahwa kamu jauh lebih mampu membuat Cinta bahagia dengan semua naluri bisnis yang memang sudah melekat sejak kamu muncul di dunia. Bahkan, sempat terlintas dalam pikiran Saya tentang pesta pernikahan yang super megah di gedung yang super mewah. Saya berimaji wajah ayu Cinta menjadi semakin merona dengan pulasan bedak juga gincu yang tak pernah pudar darinya.

Namun, Saya juga akan merasa sangat sedih karena Saya tak akan pernah lagi bertemu sosok seperti Cinta, selamanya. Ketahuilah Sahabatku, Saya pernah berusaha melupakan Cinta dengan mencintai orang lain. Tapi tak pernah bisa. Saya selalu berpura-pura bahwa orang yang Saya cintai saat itu adalah Cinta. Dan tak ada ironi yang lebih ironis dari pada hidup dalam kepura-puraan.

Dan akhirnya Saya bertemu Cinta di Jogja setelah purnama berganti entah untuk kali keberapa. Itulah saatnya bagi Saya untuk mengatakan kepadanya, bahwa Saya masih mencintai Cinta. Itulah kesempatan terakhir Saya. Apalagi setelah cincin itu melingkar di sana.

Dan satu hari itu berlalu begitu saja. Saya menghabiskan banyak tawa bersama Cinta. Satu hari yang tak pernah Saya alami sebelumnya. Itu membuat cinta Saya kepada Cinta yang tumbuh sejak jaman SMA kembali menyala dan meminta untuk diperjuangkan sampai purnama tak lagi ada.

Sahabatku Trian,

Ini bukan mengenai siapa yang lebih dahulu atau yang lebih lama mengenal atau mengenai siapa yang sekarang selalu berada di samping Cinta. Ini mengenai perasaan, Trian, Sahabatku. Terkadang hal ini memang sedikit susah dipahami, tapi jujur adalah satunya-satunya cara dan Saya tak mau berlari lagi.

Dan soal ciuman Cinta itu, Sahabatku

Dari situ lah, Saya tahu bahwa Cinta masih punya perasaan yang sama.

Dan akhirnya Saya bertemu kamu, Trian, sosok yang akan menjadi suami Cinta, di ujung purnama di gallery milik Cinta. Saya salah memang malam itu. Saya berusaha meyakinkan Cinta untuk tidak melanjutkan apa yang sudah dijalaninya bersama kamu. Saya juga salah telah membuat Cinta berada di posisi yang serba salah. Saya minta maaf.

Hingga akhirnya Saya tahu bahwa kamu marah kepada Cinta. Marah akan semua hal yang sebenarnya tak dilakukan oleh Cinta tetapi oleh Saya. Harusnya kamu meluapkan marah kepada Saya, Trian. Memberikan hadiah berupa tinju dari tanganmu yang perkasa. Saya rasa itu cukup untuk membuat Saya terbaring beberapa saat dan tak lagi mampu membuat sajak.

Namun kemudian Saya melihat Cinta di New York saat Saya hampir tak punya alasan lagi untuk mengharapkannya. Saya tahu bahwa kamu telah membuat sebuah keputusan yang sangat berat untukdijalani. Merelakan orang yang paling kamu cintai untuk kembali bersama orang dari masa lalunya.

Trian… Sahabatku,

Saya minta maaf, bahwa mungkin apa yang Saya lakukan kepada kamu itu jahat. Tapi,  Saya juga berterimakasih tentang kelapangan hati yang kamu miliki. Kerelaan hati untuk merelakan perempuan yang kamu cintai untuk pergi, membuat kebahagiannya sendiri.

Terimakasih.

Sahabatmu,

Rangga, Si Legendaris.



7 Responds