Retorika: Hanya Ada Satu Kata

3:41 PM

Foto: Bryan Barcelona

Duet Maut. Aku rasa kata itu yang paling tepat mewakili mereka berdua. Jaminan lucu pada semua acara yang dipandu mereka berdua sudah membumbung ke angkasa, membuat nama mereka berada di daftar terlaris MC lucu Jogja. 

Latar belakang mereka yang seratus delapan puluh derajat berbeda, tidak menjadi aral rintangan yang menghambat malah menjadi salah satu titik ‘jual’ yang sangat laris untuk dikonsumsi. Mereka—Gigih Adiguna dan Yusril Fahriza—adalah sosok-sosok yang penuh dengan humor yang mengalir dalam darah mereka.

Kali pertama melihat kombinasi lucu ini adalah saat acara #BedaDanSetara, sebuah acara yang dibuat untuk memperingati Hari Toleransi Internasional yang diadakan oleh Jaringan Gusdurian Jogja bekerja sama dengan Campus Ministry Universitas Sanata Dharma dan Stand Up USD (Rip). Acara yang dipandu dua orang yang satu beragama Katolik yang satu beragama Islam ini berlangsung teramat sangat meriah.

Waktu itu mereka sungguh menjadi sosok penting, bukan hanya sebagai pemandu acara, lebih dari itu. Mereka berdua, di antara perbedaan yang ada di diri mereka, menjadikan diri mereka sebagai sebuah contoh langsung bahwa toleransi itu ada dan bukan sekadar deretan kata dalam pelajaran PPKn semata. 

Malam itu, mereka—duet maut itu—menunjukkan bahwa perbedaan agama ada bukan untuk dijadikan sebagai sebuah hal yang menjauhkan. Mereka berdiri di atas panggung seolah berkata tidak penting agama siapa yang benar di mata Tuhan, asalkan kita bisa saling tertawa bersama, asalkan kita bisa saling membantu jika ada dari kita yang kesusahan dan alih-alih saling membenci, kita akan mendapat balasan baik dari Tuhan.

Itu hanya salah satu gambaran singkat bahwa mereka bukan hanya sekadar lucu, melainkan ada sebuah pesan yang tak terkatakan dari mulut-mulut mereka tetapi mereka tunjukkan di dalam upaya mereka menghadirkan tawa. Dan semoga aku benar jika aku berharap bahwa aku ingin selalu terhibur dengan penampilan ciamik mereka. 

#BedaDanSetara hanya satu dari acara yang mempertemukan duet maut ini. Di acara lain seperti Festival Melupakan Mantan, Festival Kesenian Yogya, hingga ke acara-acara dengan level korporet pun mereka libas dengan guyon-guyon sederhana yang terkesan begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari. Mereka berbagi hal yang kadang tidak bisa diceritakan orang dengan begitu gampangnya. Mereka menjadikan kegelisahan mereka, ironi di diri mereka sebagai senjata yang mampu menghadirkan tawa.

Dan Retorika seakan menjadi sebuah kulminasi dari kedua sosok yang sangat majemuk ini. 

Retorika adalah show spesial kedua dari masing-masing mereka. Setelah Aku Iki Comic Waton yang menampilkan Gigih Adiguna sebagai penampil utamanya dan INSECURE di mana Yusril tampil tak kalah mempesona, bertahun-tahun silam. 

Lewat Retorika mereka membuktikan bahwa mereka tak sekadar garang ketika memandu acara tetapi juga ketika tampil tunggal dengan durasi panjang.

Dihelat di Auditorium Lembaga Indonesia Perancis, Kamis kemarin, Retorika menyedot lebih dari 150 pasang mata dan menghasilkan jutaan bahkan milyaran untaian tawa yang bisa dibilang bahkan sejak acara belum dimulai. 

Agaknya konsep toleransi memang menjadi hal utama yang ingin ditunjukkan keduanya dalam show spesial mereka ini. Ini terllihat dari dipilihnya Benidictivity dan Iqbal Kutul sebagai pemancu acara. Mereka, ternyata juga mewakili dua keyakinan yang berbeda, tapi seperti Yusril dan Gigih, tetap mampu menghadirkan tawa di antara perbedaan yang mereka miliki. 

Iqbal Kutul (kiri) dan Benidictivity (kanan) memandu Retorika


Tampil dengan kesan sering miss koordinasi menjadi senjata khas dari Beni dan Iqbal dalam memanaskan suasana sebelum show dimulai. Guyon-guyon khas yang sedikit menyrempet keyakinan masing-masing tetap menjadi senjata pamungkas penghasil tawa sejak menit pertama mereka di atas panggung.

Retorika yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi V berarti (n) seni berpidato yang muluk-muluk dan bombastis ini dibuka dengan penampilan Arum Setiadi yang menggelegar. Aku baru kali ini melihat sosok Arum Setiadi ini yang digadang-gadang sebagai komika yang selalu berpikiran positif tentang segala hal. 

Arum 'Mudub' Setiadi


Arum tampil brilliant sebagai pembuka dan pemanas suasana LIP malam itu. Tawa tak pernah putus dari awal dia memberi salam hingga saat dia menutup penampilan yang sayangnya aku lupa mencatat waktu tampilnya.

Estafet tawa dilanjutkan oleh Yusril yang tampil dengan setelan hitam-hitam. Tampil selama kurang lebih selama 1 jam 12 menit, Yusril membawakan materi-materi yang sangat kekinian. Lepas dari dunia kuliah yang dilakoni selama 17 semesternya, dia lompat ke paradoks yang sering terjadi di lingkungan bermasyarakat yang sepertinya sangat erat terjadi di diri kita masing-masing, seperti tentang tetangga dan nikah muda.

Yusril Fahriza a.k.a Naryo tampil gemulai

Persona sebagai seorang Naryo di film Cek Toko Sebelah pun terkadang ditunjukkannya sebagai salah satu gimmick yang apik. Pemeran tokoh Naryo ini juga seakan mengajak kita untuk mendengarkan hal-hal yang aslinya sangat pribadi—lebih ke aib sih—yang ada pada sosoknya itu. Namun, justru hal-hal yang sangat pribadi ini, yang seaharusnya sedikit tabu untuk jadi konsumsi publik ini malah menjadi satu titik tawa yang tak kunjung putus. 

Selama satu jam lebih penonton dikocok perutnya dengan materi-materi yang Yusril banget. 
Dan malam itu, Yusril menutup penampilannya dengan riuh tepuk tangan dari 150 lebih penonton yang memadati Auditorium LIP.

Sayang, walaupun tampil luar bisanya malam itu, Yusril tak terlihat sempurna. Ada beberapa bagian yang seakan dia tidak yakin dengan materi-materi yang dibawakan. Power dan energi yang dibawakan malam itu tidak sama seperti ketika ia tampil di Stand Up Gunung tahun sebelumnya. Belum lagi, Yusril sempat lupa dengan setlist yang dibawakan.

Tongkat estafet tawa dilempar kembali dan ditangkap dengan salto—khas—saat masuk ke panggung oleh Gigih Adiguna. Cara masuk yang unik ini seakan membuka jalan mulus untuk meraih tawa-tawa yang masih kuat dikeluarkan oleh para penonton. Si Monster of Laugh per Minute ini seakan tidak mau ambil pusing dengan perut penonton yang sakit karena terlalu banyak tertawa. 

Berbeda dengan Yusril yang membawakan materi-materi yang sangat kekinian. Gigih tampil dengan menunjukkan komedi yang sebenar-benarnya komedi. Tampil dengan kaos kampanye #BersamaMerawatKeberagaman, pria yang identik dengan topi ini membawakan cerita tentang hidupnya yang penuh komedi. Mulai dari keluarga, rutinitasnya, dan juga semua renjana yang dimilikinya. 
Gigih Adiguna

Tampil selama kurang lebih 31 menit—yang merupakan penampilan terlama yang pernah aku lihat dari sosoknya—Gigih benar-benar luar biasa. Dia seakan tidak ingin penonton berhenti tertawa menikmati sajian-sajian materi yang diramu agar sarat tawa. 



Aku tidak punya kata-kata lain yang bisa menggambarkan penampilan apik keduanya di acara Retorika semalam.


Hanya ada satu kata untuk mereka, untuk Retorika. LAWAK!!




0 Responds