Ikatan

10:19 AM

SORE mulai menghilang, ramai laju kendaraan mulai mengganggu pikiran. Aku memacu motor secepat mungkin agar bisa tiba tepat waktu di tempat pertemuan.

Dengan tergopoh-gopoh aku berlari di sepanjang koridor yang hanya diterangi sebuah lampu neon yang usang, dipenuhi sarang laba-laba, dan mulai menghitam di kedua ujungnya. Ruang pertemuan ada di ujung koridor, sebelah kanan. Dari tempatku berdiri sekarang, terlihat cahaya lampu dari dalam ruangan dan suara-suara tawa yang kadang membahana.

Aku mengetuk pintu, di dalam ruangan yang cukup luas berhamparkan karpet biru itu sudah ada 7 orang yang berkumpul. Tiga diantaranya perempuan dan tak ada satupun dari mereka yang aku kenal.

"Ya.. Selamat datang di komunitas Stand Up Comedy Universitas Sanata Dharma" sapa seorang pria bertopi yang ternyata adalah koordinator komunitas.

Dia mempersilakanku masuk dan duduk di sebelah kirinya. Aku dan 7 orang ini duduk bersila dan melingkar, memperkenalkan diri masing-masing.

Rentetan ingatan mengenai kali pertama aku bergabung di komunitas Stand Up Comedy USD itu kembali mengambil porsi lebih dalam pikiranku. Setiap detil nya, setiap kedipan mata, seakan ingin selalu menghadirkan kenangan dan mengulang masa-masa itu.

Di malam yang berangin dan dihiasi awan-awan mendung yang enggan untuk segera berubah menjadi titik-titik air hujan itu, kami mencoba belajar mengenal apa itu Stand Up Comedy

Ada seorang yang terlihat fasih dalam dunia komedi ini yang saat itu memberikan beberapa gambaran singkat tentang Stand Up Comedy. Selepas itu, dia mempersilakan kami membacakan materi-materi yang sudah kami buat sebelum dicoba untuk di Open Mic kan. Dalam dunia Stand Up Comedy, Open Mic adalah suatu istilah dimana para komika --sebutan pelaku Stand Up Comedy--mencoba ber Stand Up Comedy. Mencoba membawakan materi yang telah dibuat di depan umum.

Kami, masing-masing, diperkenankan memberi masukan untuk membuat materi kami lebih bisa menghasilkan tawa.

"Tawa itu misterius. Tugas kita lah untuk menemukannya" begitu yang dikatakan pria paruh baya itu.

"Salah satu indikasi bahwa materi yang kalian buat akan menghasilkan tawa adalah ketika kalian menulisnya kalian sudah tertawa karenanya" pria bertopi itu menambahi.

Kami hanya menggangguk, entah setuju, entah bingung, tapi yang jelas ada perasaan aneh seperti mual, deg-degan, dan sedikit frustasi bersama itu semua.

Pertemuan di akhiri dengan jabat tangan kami semua. "Semoga lusa kita semua sukses" Kata seorang pria berwajah mirip personil F4 yang diiyakan juga oleh lelaki kurus berambut keriting. "Iya.. rasanya gue pengen cepat-cepat hari kamis nih." Sambung satu-satunya perempuan yang akan ikut Open Mic lusa hari. Aku bisa merasakan rasa dingin saat tangan kami saling menjabat. Bahkan dua hari sebelum Open Mic, rasa gugup telah setia bersama kami. 

DETIK waktu terasa begitu lama bergerak. Jarum pendek jam sudah berada di angka tujuh, artinya sebentar lagi Open Mic ke dua dari komunitas Stand Up  Comedy USD akan dimulai. Satu per satu penonton mulai berdatangan dan memilih tempat duduk di tengah. Aku tahu acara sudah dimulai karena terdengar riuh suara tawa penonton dan suara tepukan tangan yang mulai saling bersahutan. Aku duduk tak jauh dari situ, mencoba menghafalkan baris demi baris materi yang telah dibuat. Rasa dingin mulai menjalar. Semula hanya di telapak tangan dan kaki, tapi kini sudah mulai menjangkiti setiap sendi.

Satu per satu dari kami berlima yang dua hari sebelumnya berkumpul memulai hal yang mungkin adalah yang pertama bagi kami. Tawa mulai menghiasi malam yang terasa begitu dingin itu. Hingga tak terasa kami semua telah usai menunaikan tugas kami. Ada perasaan lega ketika acara sudah selesai, seakan rasa gugup yang menjerat erat tubuh kami mulai terlepas.


Gema tepuk tangan penonton malam itu membuat malam itu menjadi malam yang akan selalu terkenang. Sampai sekarang.

DARI orang-orang luar biasa di komunitas Stand Up Comedy itu aku seperti menemukan rumah baru yang akan aku tinggali. Tempatku belajar tentang--bukan hanya soal komedi--tetapi juga tentang hidup yang memang pantas untuk dijalani. 

Tak satupun event dari Stand Up Comedy USD yang aku lewatkan. Bagiku, setiap event yang diadakan adalah kesempatanku untuk belajar lagi. Belajar tentang keterbukaan pikiran, tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan, hingga tentang agama dan kondisi sosial di Indonesia. Semua hal itu mampu dibungkus rapih dalam baris-baris keresahan yang kemudian dilafalkan hingga mampu membuat orang tertawa. Menertawai hidupnya sendiri. Seperti Ironi.

Sejak saat itu, Stand Up Comedy serasa menjadi bagian dari setiap jejak langkah kaki. Dari orang yang tak kenal satu sama lain, kami menjelma menjadi sosok-sosok yang saling terikat oleh ikatan persahabatan. Ikatan yang tak akan pernah bisa habis dimakan usia.

Entah sudah berapa acara yang kami helat bersama. Satu dan lainnya tak pernah sama. Selalu ada sesuatu yang ingin disampaikan sebagai salah satu awareness dari kami masing-masing.

Walaupun berlabelkan dengan nama komedi, komunitas ini jauh lebih dari itu.

Komunitas ini telah menjelma menjadi sebuah sarang bagi jiwa-jiwa kami yang lelah ditempa berbagai kegiatan kuliah. Komunitas ini menjadi sarang tempat kami berkeluh kesah, tentang cinta yang pasrah, tentang cita yang begitu indah. Sarang tempat kami pulang.

Dalam Acara Seminar "Humanisme dalam Stand Up Comedy"

Kamis Lamis
Komunitas ini telah menjadi rumah yang selalu menyajikan kehangatan, kenyamanan, dan rasa perlindungan dari segala macam keadaan. Menjadi rumah yang selalu dituju ketika kami semua bertemu dengan ketidaktahuan.

Tak sering masing-masing dari kami terbang pergi dan tak kembali. Mengkhianati rumah kami sendiri, karena meninggalkannya tanpa pamit. Tapi sarang kami, rumah kami, dia tidak pernah merasa tersakiti. semua diterima dengan legowo, karena itu memang bagian dari hidup yang terus harus dijalani. Karena rumah tahu, sejauh apapun kami terbang menjauh, lambat laun kami akan merindukan rumah. Merindukan segala kehangatan, kenyamanan, dan perlindungan yang selalu menjadi sajian utama*.

Lalu, Bagaimana kalau rumah kami itu kini sudah tak ada lagi? Apa jadinya kalau komunitas tempat kami berbagi selama ini kini akan vakum untuk kurun waktu yang tak pasti? Ke manakah kami akan merindui? Ke manakah kami akan pulang kembali?

Iya.. beberapa bulan yang lalu beberapa dari kami menyetujui sebuah rencana dimana kami terpaksa akan memvakumkan semua kegiatan di rumah kami, sarang kami. Di Komunitas Stand Up Comedy. Setelah 4 tahun usianya, setelah segala hal yang telah terlampauhi bersama, kami dengan berat hati akan meninggalkan segalanya.

Sesak rasanya. Tapi bertahan dengan keadaan yang semakin hari semakin berat pun bukan sebuah pilihan yang gampang untuk dilakukan. Orang memang selalu datang dan pergi. Saling menggantikan. Dan masing-masing dari kami kini harus mulai terbang kembali meninggalkan sarang yang selama ini kami tempati.

Pergi dan memulai hal baru dari awal lagi. Memang bukan satu hal yang terdengar mudah untuk dijalani. Tapi aku percaya, masing-masing dari kami mampu menjalani.

Kami adalah masing-masing yang telah dipertemukan dengan alasan, telah diikat dengan sebuah ikatan persahabatan, maka sejatinya tak akan terpisahkan.

Walaupun masing-masing terpaut oleh jarak, waktu, dan mungkin keadaan. Ikatan tentang tempat kami belajar dan berkelakar bersama rasanya tak akan begitu saja pudar.

Terimakasih, Kawan!

Terimakasih telah bersama selama ini..

VIVA LA KOMTUNG !!!!


*) kalimat diambil dari tulisan Dina DuaRansel dalam cerita: Don't You Miss Home, Though?
**) Foto koleksi komunitas Stand Up USD

...

2 Responds