Marlina Si Pembunuh

1:24 AM



Terlahir sebagai seorang laki-laki, Jawa, dan beragama Islam seharusnya membuatku bersyukur banyak. Paling tidak dengan tiga hal mayoritas dan hidup di Indonesia, sesusah apapun, aku tetap akan bisa hidup. Kenyataan ini diperparah dengan budaya patriarki yang sungguh mengakar.

Kombinasi ini sudah bisa dipastikan membuatku merasa sebagai orang yang paling digdaya, orang yang lebih berwewenang dalam segala macam bentuk penentuan keputusan jika dibandingkan dengan perempuan.

Namun, apa yang seharusnya membuatku bangga dan bersyukur ini malah mendatangkan pertanyaan cukup pelik. Tentang apakah harus demikian. Maksudku, kita tentu sepakat bahwa laki-laki punya peranan penting. Di agama-agama yang aku ketahui pun, laki-laki selalu ditunjuk dan ditampilkan sebagai sosok imam. Tapi, kembali lagi, apakah pakem ini harus demikian?

Pertanyaan ini muncul sebagai bentuk protes karena tidak semua laki-laki lulus fit and proper test untuk bisa ditunjukkan dan ditampilkan sebagai sosok imam. Sosok yang mengayomi. Bahkan, tentu dan tak jarang, laki-laki banyak bertindak sesuka hati.

Lalu, setelah itu bagaimana? Pihak perempuan akan selalu dan terus ditampilkan sebagai sosok korban. Sosok lemah yang tak berkuasa atas diri sendiri, sampai film Marlina Si Pembunuh Empat Babak ini tayang.

Film ini mengangkat kisah hidup Marlina, seorang perempuan yang tinggal di Sumba yang ingin memperjuangkan kebahagiannya sendiri di tengah cengkraman tangan-tangan kotor para pria bajingan dan hidung belang. 

Diperankan oleh Marsha Timothy, film bergenre drama/thriller ini dikemas dengan beragam adegan pembunuhan seperti yang tersemat dijudulnya. 

Terbagi dalam empat babak, film berdurasi 1 jam 30 menit yang disutradari Mouly Surya ini mengajak kita untuk menyelami perjuangan Marlina dalam merengkuh kebahagiaannya.

Babak 1: Robbery


Pada babak pertama ini tokoh-tokoh cerita dimunculkan. Selain Marlina, muncul juga tokoh bernama Markus yang diperankan oleh Egi Fedly, seorang pria tua yang datang menagih uang pemakaman anak semata wayang Marlina, Topan, yang meninggal pada usia 7 bulan.

Kematian dan upacara pemakaman menurut aliran kepercayaan Marapu di Sumba memang terkenal tidak semudah di Jawa. Ada banyak pertimbangan mulai dari kapan waktu meninggal, membuat kuburan, menentukan siapa yang diundang untuk datang, dan hal-hal lain yang tentu membuat kantung harus dirogoh terlalu dalam.

Belum sempat hutang uang pemakaman Topan lunas, Marlina ditinggal mati oleh suaminya. Ketertiadaan uang membuatnya terpaksa me-mumi-kan suaminya dengan menyelimutinya dengan kain tebal. 

Markus sebagaimana bajingan kelas wahid memanfaatkan kesempatan ini. Tahu karena Marlina tidak punya cukup uang, ia bersama keenam temannya merampok harta Marlina yang tersisa: hewan ternak. Sapi, babi, kambing, ayam ludes dibawa kabur komplotan jahat ini. Mereka hanya menyisakan seekor anjing kecil.

Tak puas dengan merampok hewan-hewan itu, Markus dan teman-temannya, yang salah satunya diperankan oleh Yayu Unru, pemenang pemeran pendukung pria terbaik FFI 2017 dalam film posssif, bersepakat untuk ‘menggilir’ Marlina. 

Marlina tahu dirinya dalam bahaya. Dia tahu bahwa dia sendirian, tak ada kawan yang bisa membantunya lepas dari jerat pria-pria hidung belang. Batinnya berontak. Ia ingin pergi tapi tak mungkin, latar Sumba dengan letak rumah yang saling berjauhan di padang sabana, membuatnya hanya pasrah dan memilih memasakkan sup ayam untuk para bajingan itu.

Di tengah proses memasak ini lah, Marlina menemukan buah yang mirip leci yang sangat beracun. Dicampurkannya buah itu ke sup ayam yang seketika menghilangkan nyawa empat orang teman Markus.


Markus sendiri pada akhirnya bisa memperkosa Marlina. Namun, mendekati saat-saat ejakulasi yang menurutku terlalu singkat itu, Marlina menebas kepalanya hingga putus. Kematian Markus ini mungkin bisa disebut sebagai sebuah kematian dalam keadaan yang bahagia. 

Babak 2: The Journey


Film ini berkali-kali menampilkan keindahan Sumba. Padang sabananya, adat budayanya, transportasinya, sampai hal-hal kecil seperti tattoo di tangan setiap pemainnya menunjukkan bahwa film ini benar-benar digarap dengan sempurna. 

Guyonan-guyonan dewasa ala orang Sumba juga secara apik ditampilkan oleh seorang perempuan muda, Novi (Dea Panendra), yang tengah hamil 10 bulan lamanya. 


Novi ini juga digambarkan sebagai perempuan yang tidak terlalu bahagia dengan kehidupannya. Dia harus berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya saat si suami, Umbu yang diperankan oleh Indra Birowo. 

Di babak kedua ini menceritakan perjalanan Marlina menuju kantor polisi dengan bermodalkan kepada Markus yang ia penggal untuk membuat laporan bahwa dirinya telah diperkosa dan, setidaknya, mendapat keadilan.

Babak 3: The Confession


Harapan itu pupus. Keadilan itu tak lebih dari sekadar fatamorgana. Sesampainya di kantor polisi, Marlina dihadapkan dengan birokrasi kepolisan yang diigambarkan sesuai keaslian. Bahwa korban pemerkosaan tidak mendapat perlakuan baik, bahwa pelapor harus menyertakan hasil visum, bahwa pelapor harus membawa saksi yang bisa menguatkan bahwa pelapor benar-benar diperkosa dan yang bisa memastikan bahwa pelapor tidak menikmatinya. Kejadian ini mengingatkan pada sebuah artikel yang ada di Mojok.co tentang enaknya diperkosa nggak seenak terlahir sebagai laki-laki penguasa yang pernah ditulis Arman Dhani. 

Mouly Surya juga memberi pencitraan lengkap tentang polisi di daerah Sumba yang terpencil itu. Polisi di sana dicitrakan dengan sebuah kinerja yang kurang begitu baik, pembuatan berita acara pengaduan yang terkesan asal-asalan, dan manajemen birokrasi yang begitu lamban untuk mengurus kasus pemerkosaan ini. Mouly seakan menyoroti sisi Indonesia yang sudah menjadi rahasia umum. 


Marlina tahu bahwa dia tidak bisa menunggu. Dua dari komplotan jahat itu masih hidup dan sedang memburunya. Ia juga tahu bahwa polisi yang akan bisa mambantunya. Dan sekuat apapun ia, Marlina tetaplah seorang perempuan. 

Ia menangis menatap masa depannya yang begitu suram. 

Babak 4: The Birth


Novi, yang pada akhirnya ketahuan membantu Marlina pergi, tertangkap oleh salah satu komplotan jahat bernama Frans yang diperankan oleh Yoga Pratama. Sekilas wajahnya mirip sekali dengan Abimana Aryasatya.

Oleh Frans, Marlina akhirnya bisa dipaksa pulang setelah ia mengancam akan membunuh Novi dan jabang bayi yang dikandungnya. Novi sendiri digambarkan sebagai sosok perempuan Sumba yang tangguh. Meski sedang ‘mbobot’ dan harus menerima pukulan baik dari suaminya maupun Frans, ia tetap kokoh. 

Marlina pulang dengan membawa kepala Markus yang ia penggal dan memberikannya kepada Frans dan berharap sebuah imbalan bahwa dia dan Novi diperbolehkan pergi. Namun Frans melarangnya. Dendam masih bersarang pada dirinya dan ia ingin menuntaskan.

Dengan dalih ingin dimasakkan sup ayam, Frans memisahkan Novi dan Marlina. Dan pada saat itulah Frans berusaha memperkosa Marlina. Ia berusaha menuntaskan apa yang dimulai Markus. 

Novi tahu bahwa Marlina sedang dalam kondisi genting, tetapi ketuban yang pecah membuatnya juga tak bisa berbuat banyak. Hanya tekad kuat dan didorong keinginan untuk menyelamatkan membuat Novi bangkit lalu mengambil sebilah golok dan kemudian menebas kepala Frans hingga jatuh menggelinding saat sedang berusaha melampiaskan nafsunya. Menariknya, sebelum upaya pembunuhan ini, Novi sempat digambarkan berdoa dan membentukkan tanda salib pada dirinya. 



Setelah berhasil membunuh Frans, Novi kemudian jatuh terduduk, dia berada di kondisi antara karena harus berjuang untuk melahirkan anak yang sudah dikandungnya 10 bulan. Dibantu Marlina dan alat-alat seadanya, bayi itu pun lahir menggenapi kebahagiaan Novi dan Marlina di tengah segala macam derita mereka.


Kalau bukan karena film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak ini, aku yang seorang laki-laki, Jawa, dan ngakunya beragama Islam ini tidak akan pernah tahu bahwa di luar sana, jauh dari keberadaanku yang nyaman ini ada banyak orang seperti Marlina.

Ada banya orang yang sedang berjuang untuk melawan sebuah ideologi umum. Ideologi yang mengungkung, yang membuat diri, mungkin tidak hanya para perempuan, terpasung.



Film ini sudah bisa kamu saksikan di bioskop kesayanganmu agak saingan emang sama Justice League... Tapi tetep Marlina Si Pembunuh jauh lebih oke!!

foto diambil bebas di google!

0 Responds