Tentang Aku, Kamu, dan Cinta

8:31 AM


            Belakangan ini gue mikir dalem banget mengenai masa depan gue.. Setelah postingan kemaren gue bener-bener tersadar bahwa hidup gue ke depan bakalan banyak terdapat hal yang menantang. Ya tapi gue malah tersadar kalo hidup memang adalah suatu proses yang bertahap, bahwa setiap orang memang tidak bisa berlama-lama berada di dalam suatu keadaan yang tidak pernah berubah..
            Gue juga baru saja sadar bahwa terkadang tak semua puisi punya rima yang indah, tak semua cerita berakhir dengan bahagia, dan tak semua orang tahu akan bagaimana jalan hidupnya...

            Sempat gue merenung, dalam perenungan gue di kloset kamar mandi beberapa waktu kemaren, gue sempet punya pikiran, gue pengen buat cerpen. Apalagi setelah gue telaah ternyata hampir semua tulisan yang ada di blog gue tercinta ini *cium monitor*  hampir semua kisahnya adalah pengalaman yang gue alami. Pahit sih... Tapi banyak kok yang bisa diambil, kaya uang, brankas, tipi,  radio, dan macem-macem lah..
            Cerpen ini gue buat dalam keadaan setengan tidak sadar dan  bener-bener murni adalah sebuah karangan, dan apabila ada kesamaan nama dan karakter, memang disengaja biar tambah gak percaya kalo ini cerita boongan. 
            Semua nama dan karakter dalam cerita kali ini murni karangan dan kalau pun ada yang sama memang disengaja biar pada gak percaya kalo ini boongan. Nah lo..!


--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-Tentang Aku, Kamu, dan Cinta-
            Siang itu panasnya buka main, keadaan sekolah sudah mulai sepi. Hari itu memang para siswanya pulang lebih awal karena alasan yang hanaya diketahui oleh kepala sekolahnya. Akan tetapi, di suatu sudut kamar mandi cowok, tempat dimana anak-anak bandel sering mencuri waktu untuk ngrokok, terlihat ada seorang siswa yang sedang duduk memegang sebuah foto yang sudah kucel karena diremas-remas.. Ya.. disanalah dia pada waktu itu.. Meratapi nasib yang tidak pernah berpihak pada nya..

            Cowok itu, cahyo, begitulah orang-orang yang ada disekitarnya memanggil sesosok cowok yang tidak terlalu proporsional dalam bentuk badan tapi selalu punya gagasan cemerlang yang kadang tak dimengerti orang.
"Anjriiiittt!! kenapa gue diputusin coba??!! *ngomong sama foto* Gue udah coba buat nglakuin semua yang elo suruh  tapi kenapa lo tega?? Anjrrriiiittt!!!!"

            Tak lama setelah dia berteriak seperti orang kesurupan itu, dari kejauhan nampaknya ada yang memperhatikan gerak-geriknya. Maklum disekolah itu beberapa waktu belakangan sering terjadi pencurian, dan diduga pencuri itu kabur dari tembok disamping kamar mandi cowok. 
Datanglah seorang perempuan cantik, ya... permpuan itu bernama Pipit, dia merupakan pribadi yang sanagt sempurna. Dia ibarat oase di tengah padang gurun, tempat dimana orang bisa melepas dahaganya, tapi sekaligus ibarat lumpur dihup dipedalaman hutan amazon.

            Pipit, wktu itu mejabat sebagai ketua OSIS di SMA itu. Ya... dia adalah ketua OSIS yang cukup disegani oleh anak buah maupun oleh guru-gurunya. Dia selalu punya program-program luar biasa bagi kemajaun sekolahnya, pemeikirannya pun selalu brilian...seperti orangnya.

 "Eh,, Elu ngapain??", dia pun langsung berusaha menyembunyikan foto itu dibalik badannya yang tidak terlalu besar itu.
" Itu!! Itu barusan apa yang lo sembunyiin?? hasil curian ya??", tukas pipit asal-asalan.
"Assseeemm!! Sembarangan aja ya kalo nuduh. Gue bukan pencuri!"
"Terus itu, apa yang baru aja lo sembunyiin??"
"Mau tahu urusan orang aja lo!!"

            Ya.. begitulah awal pertemuan mereka,, mereka yang satu angkatan dan sama-sama berasal dari satu jurusan, ibarat siang dan malam. Selalu punya jalan sendiri tanpa pernah bisa bertemu. Cahyo, yang notabene adalah pemimpi kelas wahid yang selalu bercerita bahwa dia kelak akan menjadi seorang penulis cerita komedi yang melebihi dari raditya dika sekalipun, tak pernah mengenal sosok Pipit. Bahkan dia tak pernah mau tau siapa, atau bagaimana wujud dari ketua OSIS dia SMA nya.

            Bagi Cahyo, ketua OSIS hanya sebuah simbol yang tak perlu dianggap benar-benar ada. begitu pula dengan Pipit, walaupun hampir setiap warga sekolah mengenalnya, dia hampir tidak punya teman ataupun sahabat yang bisa ia ajak bercengkerama. Dunianya disibukkan dengan urusan pengembangan sekolah dan yah... seperti layaknya orang-orang yang ngrasa dirinya cukup pinter, dia cuma mau berbicara dengan murid yang nilai rata-rata raportnya 9,5.

            Pagi berikutnya, masih dengan perasaan gondok, karena ini adalah kali pertama bagi si pria kurus itu patah hati, dia pergi ke sekolah. Sembari berharap kalo hari ini bakal ada hal yang lebih luar biasa dibanding kemarin dan yang paling penting gak bertemu lagi dengan si nenek sihir ketua osis itu.
Namun, kenyataan memang gak selalu baik sama harapan. Hari itu, atas dasar hak prerogatif kepala sekolah, diadakanlah pengacakan kelas ulang. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar para siswanya tak hanya akrab pada temannya yang sekarang tapi juga pada teman yang lain.
"Njirrrr.. kenapa gue jadi satu kelas sama tuh nenek sihir?", gerutu cahyo meratapi nasibnya didepan Yogi sahabatnya.
"nenek sihir siapa??", tukasnya sambil memantau keadaan.
"noh yang pake bando putih"
"eh bussseeeeettt!! lo gila ya?? cewek secantik pipit kaya gitu lo bilang mirip nenek sihir?? "gue aja berani nglakuin apa aja demi bisa ngomong sama dia"
"ya itu eluu... bukan gue sambel"
"awas lu.. gak usah sok-sokan muna kayak gitu, natr jatohnya elu malah suka sama dia"
"gue gak percaya sama mitos kaya gitu." "udah! masuk kelas yuk!"

            Hari itu sudah tergambar jelas.. bahwa sebentar lagi akan ada perang dingin diantara kedua makhluk yang berbeda kemaluan ini.
Semakin sering pertemuan yang terjadi diantara Cahyo dan Pipit..sebanding dengan semakin seringnya mereka berdebat, adu pendapat, semua berusaha menunjukkan bahwa asumsi mereka, statement mereka lah yang paling benar...
Tapi justru karena itulah mereka sering mendapat tugas observasi lapangan bersama..
Dan seperti kata pepatah, selalu harus ada awal untuk memulai sebuah cerita, itu lah yang lambat laun yang terjadi pada diri mereka berdua. Pipit yang awalnya ketus, kini berubah menjadi lebih sedikit humoris. Sedangkan cahyo masih menolak mentah-mentah klao dianggap pacaran sama Pipit, baginya pengalaman yang terdahulu masih menyisakan luka yang terlalu dalam di hatinya. 

 "Pit, ntar sore pulang sekolah ada kegiatan?", tanay cahyo siang itu sepulang sekolah.
"Ada sih ntar jam tiga. kenapa?"
"Ciye.. janjian mau nge date dimana?", sahut Yogi mendengar percakapan mereka. "Nge date pala lo peyang?" "gue mau ngerjain tugas laporan wawancara gue sama dia". 
"Halah.. sok sok an... noh seluruh sekolah udah tau kalo kalian tuh pacaran !"
"Serius lo yog", jawab pipit kaget.
"Yaelah.. napa gue harus bohong sih,, Pipit sayang" jawab yogi sambil merayu Pipit.
"Emang lo tau dari siapa?". "noh.. dari biang gosip paling terkenal se SMA", sambil seraya menunjuk Lia yang sedang asyik menikmati bakso di kantin sekolah.

            Pipit yang memang gak pernah suka kalo dirinya dijadikan bahan perbincangn oleh orang lain tanpa pikir panjang langsung mendatangi meja tempat Lia makan. Sementara itu dari jauh, Cahyo dan Yogi cuma terpaku melihat keadaan..
"Wah... masalah besar nih yog"
"Gue rasa juga gitu..."
"Elu sih,, pake bilang hal kaya gitu..."
"Iya nih... gue rasa umur gue gak akan panjang lagi".
            Lalu mereka berdua saling tukar pangdang dengan perasaan bingung. Sambil menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya, mereka berdua terus mengamati Pipit yang terlihat sangar sedang menghampiri Lia di meja makan kantin.
Jauh diujung sana.. tepat dimeja kedua dari samping, duduk seorang cewek berambut hitam dengan aksen merah sedang duduk santai selepas saeharian duduk di kursi dan mendengarkan gurunya ceramah. Cewek itu, Lia, begitulah orang-orang di genk nya memanggilnya. Dia orang yang lumayan disegani setelah Ketua OSIS di SMA itu, perbedaannya terletak pada persepsi orang yang memandang.
            Kalo setiap siswa di SMA itu segan terhadap Pipit, dikarenakan dia adalah orang yang lumayan galak, cerdas, pandai, dan dia menjabat posisi ketua OSIS selama 3 tahun berturut-turut. Sedangkan, seterunya Lia, dia disegani oleh beberapa warga sekolah bukan karena dia pandai ataupun pernah menduduki jabatan penting di sekolah, melainkan karena dia adalah anak dari kepala komite sekolah di SMA itu. Dia disegani karena kalo ada yang ingin macam-macam dengan dia, Lia dengan suka hati akan meminta Ayahnya untuk membujuk kepala sekolah untuk mengeluarkan anak yang tidak suka dengan dia.
            Mereka berdua, Pipit dan Lia, tanpa disadari telah melakukan perang dingin beberapa lama. Mereka saling berebut pengaruh di sekolah, dan Pipit lah yang menang. Oleh karena itulah muncul rasa dendam dalam diri Lia, dia bersumpah akan melakukan apapun demi menghancurkan pamor Pipit.
            Disana, di meja makan Pipit menghampiri Lia. “Heh, maksud lu apa?” Tanya Pipit dengan nada marah. “santai woy.. datang-datang lansung marah”
“gak ! Gue gak bisa santai!”
“Eh nyolot lu ya..”
“Terus kenapa? “ “elu duluan kan yang mulai?”
‘maksud lo mulai duluan gimana?”
“elu kan yag nyebar gossip gak bener tentang gue sama cahyo itu”
“oh.. itu.. emang kenyataannya kaya begitu kok”
“enak aja lu bilang…..”. Belum sempat Pipit melanjutkan perkataannya, Cahyo datang dan mengajak Pipit menjauh.
“Nah.. bener tuh ! Bawa dia pergi. Ganggu pemandangan gue aja”, ejek Lia saat melihat Pipit diajak pergi. “Udah woy !!” “Lo gak perlu kasar gitu!” jawab Cahyo emosi.
“emangnya kenapa? Tuan sok baik hati??”
            Tanpa menggubris pertanyaan terakhir Lia, Cahyo menggandeng tangan Pipit menjauh dari kantin. Pipit yang waktu itu kalut, tanpa dia sadari dia juga menggenggam  tangan Cahyo erat.
“elu harusnya gak perlu sampe nglkuin hal kaya gitu?”, cahyo memulai percakapan.
“Ma…maksudnya?”, jawab Pipit kaget. “Iya, lu seharusnya  gak perlu naggepin perkataan Lia sampe kaya gitu.” “elu kan tau dia itu memang sok caper, dia bakalan nglakuin hal apapun agar bisa jadi kaya elu pit”
“jadi kaya gue, gimana?”
“ya jadi  kaya elu pit”, “come on, liat diri lu pit, setiap cewek yang ada di sekolah ini pasti pengen jadi kaya lu.” “elu, pinter, berbakat, cantik, 3 tahun jadi ketua OSIS.. Cewek mana coba yang gek pengen jadi kaya elu”
“oh itu maksud lo”, jab Pipit lirih..
“udah yuk.. gue traktir kopi di coffee bean depan, sambil ngerjain tugas laporan kita”
“janji ya, elu yang bayarin gue”
“iye bawel..”
            Itulah kencan tak resmi pertama mereka berdua.. Di sebuah kedai kopi, mereka berbagi cerita. Tentang tugas sekolah, hobi, makanan favorit, guru galak, sampai ke pribadi mereka masing-masing. Tanpa disadari, dari sorot mata mereka mengesankan bahwa mereka berdua saling mengagumi.
“eh yok.. Pacar pertama lo siapa?”
“bbbrrrrpppbuaaah…” cahyo menyemburkan kopi yang diminumnya.. “ap..apa pit?”
“gue penasaran… siap sih pacar pertama lo?”
“kenapa elu tiba-tiba tanya kaya gitu?”
“udeh.. tinggal jawab aja susah banget !”, balas Pipit ketus.
“Seberapa penting siih pit?”
“yok….”, sahut Pipit dengan nada sedikit marah.
“well.. pacar pertama gue namanya Intan.” “udeh.. puas lo??”
“Intan? Anak IA 4 yang kemaren pindah sekolah ke Salatiga itu?”
“Iyee..”
“Hebat juga ya elu bisa macarin dia”
“Gak sepenuhnya gitu juga sih..”
“maksud lu?”
‘Gue satu tahun backstreet sama dia.”
“terus?”
“Pas gue datang langsung ke rumahnya, gue malah dimaki deh sama bokapnya”
“hmmm.. terus?”
“Terus gue dilarang punya hubungan lagi deh sama dia, lalu.. ya elu tau kan. Dia pindah sekolah”
“ohh..”
“udah gitu doing?” sahut cahyo kesal.. “Kalo elu, pit?”
“Gue? Kenapa dengan gue?”
“Siapa pacar pertama elu?”
“oh.. gak ada..” jawabnya datar.
“Gak usah boong lu pit?” “semua anak  di sekolah udah tau kali.. kenapa lu gak jawab jujur aja..”
“Tau apa?”
“Soal hubungan lu sama Rodhi”
“Tau darimana lu?”
“Dari gossip yang beredar disekolah”
“Ohh.. si berengsek Lia pasti biangnya”
“Menurut lu, siapa lagi?”
“Beneran sialan tuh anak !” “Dia yang udah buat gue sama Rodhi jadi musuhan.”
“Jadi elu dulu beneran sama Rodhi?”
“hah??” “enggaklah.. rodhi itu gak lebih dari temen gue yok..”
“ohh..” jawab Cahyo datar..
            Begitulah.. mereka berdua menghabiskan sore hingga menjelang malam bersama di sebuah kedai kopi. Waktu memang terasa sangat cepat bila dilalui dengan orang terkasih, mungkin seperti itu peribahasa yang mungkin tepat menggambarkan cerita mereka. Tanpa terasa, jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, dan mereka tak beranjak dari kursi mereka sejak sore tadi dan masih dengan seragam putih-abu mereka.
“Udah malem pit gue anter pulang yuk.”
“Gak usah sok jadi Mr. Nice Guy kaya gitu.”
“Enggak… gue gak kaya gitu.” “gue cuma takut terjadi apa-apa sama lu, apalagi ini kan udah malem”
“Santai lah yok.. Gue udah biasa pulang sekolah jam segini.” “Lu aja yang pulang duluan. Entar nyokap lu bingung lagi.”
“Hahaha.. sialan lu pit”

            Semenjak kencan tak resmi pertama itu, mereka  berdua jadi rutin mengunjungi kedai kopi itu cuma untuk menghabiskan waktu bersama. Ngobrol ngalor-ngidul tentang apapun yang mereka temui dihari-hari mereka. Tanpa disadari keakraban mereka mulai menimbulkan pertanyaan sendiri di benak sahabat mereka masing-masing, Yogi misalnya.
“Kayanya benar apa kata biang gossip sekolah ini deh.” Sapa Yogi memecahkan lamunan Cahyo.
“Eh elu yog, emang si biang gossip itu ngosipin siapa lagi?”
“Ya siapa lagi aklo bukan si Nenek Sihir Ketua OSIS itu sama elu.”
“Sama gue?” “Kok bisa-bisa nya?”
“halah.. elu gak usah sok nutupin kaya gitu.” “gue tau barusan elu senyum-senyum sendiri sambil liatin HP lu yang ada wallpapernya pipit kan?”
“hah?? Eng… eng.. enggak. Gue gak lagi kaya gitu.”
“gue udah kenal lu dari TK ! Lo gak bisa ngeboongin gue.”
“Apaan sih lo yok !!” “udah gue mampu tiduran di masjid.”
“masjid itu buat ibadah. Bukan buat tiduran, kampret!”
“whatsoever!”
            Begitulah Cahyo masih berusaha berbohong kepada dirinya sendiri.. pada perasaannya. Pipit pun juga begitu, dengan segudang aktifitasnya dia sering kedapatan msering melamun sendiri sambil tersenyum simpul.. sendirian. Dalam beberapa rapat kerja OSIS pun dia sering tidak konsentrasi, pikirannya jauh melayang keluar ruang rapat yang sempit itu. Menerawang jauh ke sebuah kedai kecil di sebelah selatan sekolah, membayang kan saat-saat ceria penuh tawa, canda, senda gurau bersama sahabat barunya.. Cahyo.
            Kini rasanya dunia sudah mulai berputar 1800. Pertemuan awal antara Cahyo sama Pipit yang dulu terjadi didekat kamar mandi, yang penuh dengan rasa curiga satu sama lain, penuh rasa saling tidak menyukai berubah menjadi sebuah pertemuan yang selalu bisa membuat rasa rindu membuncah keluar.  Namun, agenda rutin mereka sore itu diisi denga obrolan yang berbeda dari yang biasa mereka lakukan.
“So.. besok lu mau nerusin kemana yok?”
“Hah? Gue? Belum tau pit.” “Elu sendiri mau nerusin kemana?”
“gue mau kuliah di Universitas Indonesia Jakarta.”
“Seeeettt.. jauh amat!”
“Bokap gue nyuruh gue belajar ekonomi di sana!”
“Oh…”
“Lu ikutan nerusin kuliah disana aja yok”
“Ogah gue pit.. bapak gue pasti gak bakalan kuat buat biayain gue kuliah disana.” “lagian kurang kerjaan banget gue mesti kuliah sampe Jakarta sana !”
 “Gue kira elu tadi bakal jawab iya tawaran gue yok..” “jadi kita bisa terus selamanya sahabatan kaya gini.”
‘Hah??...”
            Kemudian ada keheningan panjang yang terjadi diantara mereka berdua.. ‘selamanya terus seperti ini’ seperti mengingatkan Cahyo pada suatu janjinya kepada seseorang. Janji yang gak akan pernah dia bisa tepati selama-lamanya.
“Tenang aja,, gue bakal jadi sahabat elu kok.. seterusnya deh”
“Gue tau yok..” “elu orang baik kok !”
            Senyum terlihat jelas menghiasi wajah kedua orang itu. Tanpa diketahi keduanya, sore itu adalah sore terakhir mereka mengadakan kencan tak resmi mereka. Hari selnjutnya, baik Pipit maupun Cahyo keduanya disibukkan dengan urusan bimbingan belajar. Walaupun mereka satu kelas, mereka berjanji untuk membatasi intensitas percakapan mereka agar tidak menjadi buah pembiaraan ratu gossip di sekolah itu.  ‘gak ada waktu buat main yok.. sorry’ itulah sms yang dikirimkan ke HP Cahyo waktu dia berusaha ngajak Pipit ke kedai kopi langganan mereka. Sebagai salah seorang orang penting di sekolah Cahyo bisa maklum kalo Pipit memang harus focus ke ujian nasional yang tak lama lagi mereka hadapi. Cahyo yang masih merasa bimbang akan melanjutkan studi kemana pun telah menetapkan tujuan studi selanjutnya.
“Gue udah punya tujuan kuliah pit sekarang”, tegur Cahyo disela-sela jam istirahat siang itu.
“Oh ya? Serius?”, jawab Pipit kelihatan antusias.
“Iya..”
“Mau nglajutin kemana lu?”
“Gue mau lanjut kuliah di jogja, ambil jurusan bahasa inggris”
“Serius? It’s gonna be good, I think !”
“I hope so..”
            Hari berganti minggu dan minggu berganti bulan, ujian nasional yang ditunggu-tunggu pun datang menghampiri Cahyo, Pipit, dan teman-teman mereka yang lain. 3 hari yang diberikan akan menentukan banyak hal dan akan menghasilkan banyak perubahan pada cerita hidup mereka. Perjuangan mereka selama 3 tahun di SMA akan ditentukan dalam 3 hari, memang terdengar tidak adil. Tapi memang begitulah hidup yang hanya bisa adil menurut caranya sendiri.
            3 hari berlalu meninggalkan berbagai bekas yang akan susah dilupakan setiap siswa di SMA itu. Ada yang merasa lega karena momok yang mereka takutkan beberapa bulan belakangantelah berlalu, ada yang merasa was-was, resah dengan hasil yang akan mereka terima 2 minggu setelahnya. Siang itu, karena sudah tidak ada pelajarna yang diberikan, Cahyo menghabiskan siang dengan tiduran di tempat favoritnya bolos kelas bersama Yogi sahabatnya.. masjid sekolah. Satu-satunya tempat yang aman dari inspeksi Pipit dan rekanannya. Tiba-tiba Cahyo dikagetkan dengan sms yang masuk ke HP nya, seperti yang dia harapkan. SMS itu dari Pipit, yang ingin menepati janjinya untuk menghabiskan sore itu di kedai kopi yang lama tak mereka kunjungi.
            Banyak yang berubah… terhitung kira-kira hampir satu bulan mereka tak mampir ke kedai kopi itu. Tak ada lagi mbak-mbak pelayan yang setia dengan senyum merah merekah menymbut para tamu yang datang. Kursi-kursi banayk yang tak diturunkan dari mejanya, pertanda bahwa kedai kopi itu sudah mulai ditinggalkan penikmatnya. Aneh.. memang aneh, dalam waktu sekejap banyak hal yang bisa berubah, kedai kopi itu contohnya.
“sayang ya kalo kedai ini sampai tutup”, Pipit mencoba memulai pembicaraan.
“Iya nih, sayang banget”
“Gue bakal jadi orang yang akan pertama merindukan kedai ini, kalo benar-benar tutup”
“Gue juga deh pit”
“Yok… gue ada berita bagus nih..”
“Elu udah tau nilai hasil ujian nasional kita?”
“Ngacoo.. ya belumlah !!” .”Ini jauh lebih penting”
“Emang apaan?”
“Tau gak.. Gue ketrima di UI lho..” ,
“Serius?”
“Iya”, jawab Pipit bersemangat. Tapi tak begitu hal nya dengan Cahyo, dia merasa seperti sangat tertusuk memikirkan sebentar lagi dia akan berpisah untuk waktu yang tak mereka ketahui berapa lama. “Jadi, bentar lagi elu bakalan pindah ke Jakarta?”, tanya Cahyo lesu..
“Iya, begitu gue udah terima pengumuman bahw ague lulus, gue bakal langsung pindah”
“oh.. bentar lagi ya?”
“iya.. Elu kenapa yok?” “Gak biasanya elu keliatan lemes gitu !”
“Gue bakal jadi orang pertama Pit, orang pertama yang bakalan ngrasa rindu sama elu pit”
“Gue jadi bakal rindu sama elu yok..”, hening kembali hadir ditengah-tengah mereka sore itu.
            Hari itu tiba juga.. hari dimana setiap siswa kelas tiga di SMA itu menerima hasil dari apa yang telah mereka lakukan selama 3 hari. Hari itu kebahagiaan jelas terpancar dari setiap siswa karena dinyatakan bahwa SMA itu lulus 100%. Semua nya bersorak bahagia merayakannya, dan seperti yang telah diduga sebelumnya Pipit adalah pemegang juara satu dengan nilai rata-rata 9,58.
‘Selamat ya bu ketua OSIS, udah jadi yang terbaik lagi’, begitu sms yang dikirim Cahyo untuk mengucapkan selamat kepada Pipit. ‘Iyee.. makasih. Karena gue lagi baik, sore ini gue traktir yuk di tempat biasa’ balas sms dari pipit.
            Cahyo merasa ini adalah waktu yang tepat untuk bisa memulai jujur kepada dirinya sendiri, khususnya jujur kepada perasaannya. Selalu harus ada yang pertama mengakui sesuatu dalam setiap cerita cinta setiap manusia. Sore itu di kedai kopi langganan mereka, tak seperti biasanya, Pipit datang duluan menunggu sahabatnya datang menghampiri.
“Hey.. sorry gue telat”, sambil mengulurkan tangannya berharap Pipit menyambutnya.
“Iya., gak apa-apa”
“Eh elu gak ikut perayaan kelulusan di sekolah tadi?” “soalnya tadi gue liat beberapa anak OSIS, tapi elu gak keliatan”
“Gue tadi gak ikut, tadi gue harus packing. Mala mini gue pindah ke Jakarta yok”
“Secepat itukah?”
“Iyee..”
“Yah.. gue belum sempet buat kado perpisahan buat elu pit.”
“Apaan sih lu… lebay banget!”
“Heehe..”
“Eh pit..” “Eh Yok”.. mereka berdua bersamaan memanggil nama masing-masing.
“Elu duluan aja pit..”
“Enggak.. lu duluan yok”
“Hmmm.. ada yang mau gue omongin nih pit.”
“Apaan?”
“Tapi gue mau elu entar jawab jujur ya pas gue tanya.”
“Emang selama ini gue gak jujur yok sama elu?”
“iya juga sih ya..”, nampaknya benar jika dikatakan kalo cinta bisa membutakan logika. Cahyo yang terkenal dengan public speakingnya mendadak jadi seperti anak yang baru belajar bisa ngomong. Ah… cinta memang bisa membuat segalanya menjadi menarik.
“Gini pit.. kitakan udah lama nih kaya gini.”
“Iiya.. terus kenapa yok?”
“Gue ngerasa ada yang beda di tiap pertemuan kita pit.” “Rasanya sehari ketemu dan ngobrol berdua dengan elu itu gak cukup dan gue juga gak bisa terus-terusan ngebohonin perasaan gu ini pit.”
“Ngebohongin gimana?”
“Tiap hari gue ngeyakinin diri gue sendiri kalo gue gak suka sama elu pit, tapi semakinlama gue bohong sama elu, rasa suka gue ke elu malah semakin besar pit.”
“gue tahu, gue mengungkapkan hal ini di saat yang gak tepat pit, seharusnya udah gue katakana dari dulu, dari saat gu udah mulai merasakan kalo rasa ini ada, bukan di saat seperti ini, saat dimana elu udah mau pindah”
“Pit.. “ sempat ada keraguan yang muncul dari benak Cahyo untuk melanjutkan kalimatnya.
“Gue mau jujur, gue mau mengungkapkan isi hati yang udah gak lagi kuat gue tahan”
“Pipit… Gue suka sama elu. Will you be my lady??” ungkap cahyo seraya duduk bersimpuh bersandarkan lututnya menatap mantap ke arah mata Pipit yang berkaca-kaca yang terbingkai indah di dalam kacamata minus transparannya..
“Yok… “, jawab Pipit lirih, saat itu sempat datang pikiran buruk menghampiri benak pikiran cahyo.
“Sebenarnya hal ini juag yang mau gue omongin sama lu sore ini.” “gue juga sebenerrnya suka sama elu yok.. kalo elu tanya kaya gitu, gue akan menyesal kalo gue sampi jawab enggak yok” “yes,, I will be your lady”. Kali itu semesta benar-benar sedang berada di pihak Cahyo. Dunianya kala itu serasa sangat indah, kedai kopi yang sebentar lagi tutup itu pun terasa seperti ladang bunga yang indah. “tapi yok..” Ladang bunga dalam lamunan Cahyo pun runtuh berganti kembali menjadi kedai kopi biasa. “Tapi apa pit?”
“Gue takut hubungan kita gak berhasil yok..” “Gue bentar lagi akan kuliah di Jakarta, dan elu bakal studi di jogja.” “Gue gak tega liat elu harus ngejalain hubungan long distance dalam hubungan kita yang pertama”
“Pit.. jujur gue gak mau nuntut banyak hal dari elu.. kita sama-sama punya prioritas yaitu ingin kuliah, tapi ada baiknya prioritas utama kita gak menjadi suatu halangan buat masa depan kita bersama pit.”
“Gue mau kita tetap bisa seperti ini.. selamanya.”
“Seperti ini bagaimana?” “bentar lagi gue akan pergi, dan gue juga gak yakin kappa lagi gue bisa balik…”, belum sempat Pipit menyelesaikan kalimatnya, Cahyo memotongnya.
“Dan jarak bukanlah sesuatu yang memisahkan kita, waktu pun bukan sesuatu yang membuat kita alpha, tapi jarak dan waktu adalah rantai sutra yangmenjadikan kita dekat dan erat pit”
“Dan aku mau, kita tetep jadi teman with a special relationship”
“Iya yok.. gue setuju.. gue juga bakalan menjaga janji gue yok.. Gue juga ingin selamanya kaya gini.. sama elu”
“Entar malem gue berangkat dari rumah ke bandara jam 8 malam, datang kerumah ya.. sekalian nganterin gue ke bandara”
“Siap ibu bos!“
            Begitulah keduanya..menjalani hubungan yang terlalu sangat berbeda dari orang pada umumnya. Keduanya bahagia menjalani hubungn yang tak sempurna, karena mereka tek pernah mengharapkan hidup yang sempurna. Mereka berdua bukanlah pengecut yang hanya mengharapkan hidup yang sempurna. Hidup mereka penuh dengan tantangan-tantangan, Pipit dengan studi ekonominya di Jakarta dan Cahyo yang melanjutkan studi bahasa inggrisnya di jogja. Semua berusaha mengumpulkan pecahhan, kepingan kebahagiaan masing-masing yang nantinya akan mereka satukan menjadi sebuah cerita yang selalu indah untuk dikenang.. selamanya. Karena ini semua tentang aku, kamu, dan cinta……..

0 Responds