Kenapa Kita Nggak bisa jadi Sahabat?

2:28 PM

Belakangan ini udara di jogja lagi dingin-dinginnya. Ya, mungkin sama dinginnya dengan perasaan kita waktu bertemu dengan mantan. Hmm... Iya, mantan!! *fiuhh*

Terus kalo ngomongin soal mantan, aku punya beberapa pertanyaan yang begitu erat hubungannya dengan si mantan itu. Ya... walaupun pada kenyataannya, aku masih mencari sosok yang bisa disebut mantan.

Pertanyaan pertama yang terlintas di benakku adalah soal dinginnya udara disekeliling kita saat tak sengaja bertemu atau berpapasan dengan mantan. Misalnya nih, kalian lagi jalan ke mall sama calon gebetan kalian, terus tiba-tiba dari arah depan kalian terlihat sosok mantan. Terus apa reaksi kalian?? tiba-tiba ngumpet di dompet calon gebetan? atau pura-pura nggak lihat mantan pas papasan sambil berpikir,

"duuuhh, makin cantik aja!!"  "Aku nggak kelihatan!!"
Kemudian terus berjalan lurus, berusaha untuk selalu fokus ke depan tapi sambil sedikit lirik-lirik ke arah mantan yang baru lewat. Atau yang lebih tepat kalau dibilang, pas mantan kalian tepat berada di sebelah kalian, tiba-tiba kalian pingsan dan kemudian bangun dan berkata. "Aku dimana??", sambil meraba-raba lalu pergi dengan perasaan hampa.

Dari, sekilas kejadian itu muncul lagi pertanyaan yang sering ditanyakan, "Memangnya Selalu Harus Kaya Gitu?"

Memang alasan  "Kita lebih baik sahabatan aja" sesaat sebelum putus hanya sebuah formalitas agar ke depannya setelah kejadian putus kedua belah pihak tidak saling bermusuhan?

Ataukah alasan "Kamu lebih baik jadi sahabatku" hanya ungkapan basa-basi dari "Lebih baik kau enyah dari hidupku!!" Oke, yang ini agak berlebihan.

Tapi ya, menurut ku dengan pengalaman ditolak puluhan kali. Alasan seperti "Kita Lebih Baik Sahabatan Aja" adalah suatu pertanda bahwa hubungan yang dijalani oleh pasangan yang berpacaran adalah hubungan yang "hanya" sekedar pacaran.
Iya, aku bisa bilang "hanya" sekedar pacaran karena menurut ku, pacaran itu harusnya juga bisa saling bersahabat. Tidak pernah ada kata salah jika kita punya pacar yang sekaligus sahabat, kan??



Terus, muncul lagi sebuah pertanyaan. "Kenapa kita nggak cari sahabat yang bisa dipacarin aja?", pertanyaan ini yang beberapa kali aku alami.

Dulu kala, aku juga punya seorang sahabat. Dia adalah seorang sahabat  yang enak untuk diajak jalan, curhat, dan enak untuk di mintain pinjaman uang. Alasan terakhir adalah alasan paling kuat kenapa aku mau sahabatan sama dia.

Kemudian, suatu saat, karena aku kurang bisa menghargai persahabatan diantara kami, aku beranikan diri untuk nyatain kalo aku suka sama dia. Walhasil, dia yang sudah nyaman dengan persahabatan kami menolak tawaran untuk jadi pacarku. Seketika itu dia lalu pergi menjauh, persahabatan yang kami bangun pun harus ikut runtuh karena sebuah keegoisan kata "pacar".

Punya pacar mungkin menyenangkan, tapi belum tentu mudah untuk dijalani. Tapi, punya seorang sahabat pasti lebih mudah dijalani dan lebih menyenangkan. Iya, pelajaran ini lah yang aku dapat dari sahabat ku itu. 

Berkat dia, aku jadi sadar ternyata punya sahabat yang banyak itu lebih menyenangkan dari pada punya pacar yang banyak. Aku ingat apa kata plato, "seribu sahabat itu kurang tapi satu musuh itu terlalu banyak". Eh, itu bener kata plato bukan ya?

Maka itulah, sampai hari ini aku selalu berusaha keras untuk bisa bersahabat dengan banyak orang.

Tapi, bukan hidup namanya kalo tidak ada tantangan.

Ya, misalnya... kadang ada beberapa orang yang masih saja overthinking terhadap sebuah perlakuan orang lain ke dia. Dalam hal ini perlakuan ku ke seseorang yang ingin aku jadiin sahabat,  seorang teman baik.

Kayak, yang baru-baru ini terjadi lagi pada hidup ku. Beberapa minggu belakangan, aku suka sekali mengirim morning text ke beberapa orang sahabat ku. Dan mungkin salah seorang yang mendapat morning text itu terlalu menganggap apa yang aku lakukan itu terlalu berlebihan. But, it just a morning text!   

Ya... walaupun sering kali dalam hidup ku, aku selalu merasa "suka" dengan sahabat ku. Tapi, kan...  No one can choose who they fall for or when they fall or how they fall or why they fall. 
Dan anehnya, setiap kali aku berusaha menunjukkan rasa "suka" ku kepada sosok teman itu, kepada sosok sahabat itu... mereka mulai menjauh. Menjauh dan tak pernah berpaling kebelakang lagi.

Aku sempet cerita tentang kutukan yang ku alami ini kepada Dessy, sahabat ku dari kecil. Aku tanya ke dia, "Kenapa ya, Aku ini selalu mudah sekali suka sama seseorang? Termasuk sama sahabat sendiri."

Dia menjawab, "Itu karena elu punya hati yang besar."

Hati yang besar... mungkin.

Hati besar yang terbungkus tubuh kurus, tepatnya. Tapi, apapun itu... Aku akan mencoba untuk terus mencari sahabat-sahabat yang banyak. Seberapa sering nantinya aku akan terjebak dalam rasa suka dengan sahabat itu, atau seberapa dalam luka yang akan aku dapat nantinya... I will take the risk!


Banyak orang yang udah lama pacaran kemudian tiba-tiba harus putus dan setelah putus mereka  tidak saling berusaha mengenal bahkan saling melupakan adalah tingkat pacaran yang paling rendah. Mereka yang dulunya adalah dua orang yang tak terpisahkan, mendadak seperti melakukan genjatan senjata. 
Tapi, mereka yang bisa bersahabat akan selamanya bisa bersahabat, iya kan?. Jadi, kenapa kita nggak bisa jadi sahabat?


3 Responds