Karena Mereka

2:57 PM

Pernah dengar peribahasa yang mengatakan "Terkadang Pilihan yang Salah Membawa Kita ke Tempat yang Tepat"?.
Ya.. mungkin itulah yang gue rasakan selama berada di sini. Tahun ini, 2014, merupakan tahun ke empat gue di beri suatu kesempatan yang besar untuk belajar mengenai banyak hal di kota ini, kota yang dijuluki kota pelajar, kota dengan seribu satu hal menarik untuk bisa dipelajari. 

Empat tahun yang lalu, gue bukan lah siapa-siapa, ya walaupun sekarang juga belum menjadi orang ternama, paling tidak ada suatu progress yang nyata yang gue rasakan di hidup gue. Progress yang pada awalnya gue tolak. 

Empat tahun lalu, tak pernah terpikir oleh gue bisa kuliah, belajar, berbagai canda tawa di jogja. Empat tahun lalu, gue yang mempunyai pikiran bahawa kuliah itu harus di tempat yang jauh dari orang tua, biar bebas, biar enak. Akan tetapi, rasanya gue harus mengubur itu dalam-dalam
Dengan dalih membahagiakan orang tua dengan menuruti segala keinginan mereka lah, akhirnya gue memutuskan untuk  kuliah di kota ini. Dan, walaupun demikian, gue masih nggak bisa memiih jurusan yang gue suka. Tapi, semua itu gue terima begitu saja demi mereka. Karena kebahagiaan mereka lah yang memberi kekuatan berlebih buat gue.

Kini, walaupun sering menjalani semua kegiatan kuliah dengan setengah hati, gue mulai mengerti apa arti dari semua perjalanan panjang ini. Disini, gue menemukan orang orang yang luar biasa dengan segala yang dengan rasa suka rela membantu gue dalam segala hal yang gue sendiri setengah hati melakukannya. 

Disini, ada orang-orang hebat yang selalu menjadi alasan gue untuk selalu bersemangat menjalani setiap tantangan yang ada di hadapan gue. Orang-orang hebat yang selalu ada saat gue membutuhkan bantuan mereka.

Hari ini, 8 semester hampir gue lalui tanpa ada satupun semester yang gue lalui tanpa kehadiran sosok yang selalu menemani. Ketika gue menoleh ke belakang, melihat masa lalu gue, gue sadar bahwa selalu ada orang-orang spesial dalam hidup gue di tiap semesternya. Orang-orang yang memberi warna pelangi dalam hidup ini, orang-orang yang akan menjadi pelengkap dari mozaik cerita hidup ini.

Gue masih ingat, awal semester satu masuk di kampus ini, hati gue masih tertahan oleh cinta yang gue temui di masa remaja, cinta yang entah kini berada dimana, cinta dengan seorang perempuan bernama Hana. Sebuah kisah cinta yang hanya bertahan sampai selesai masa SMA. 

Mungkin, mudah jatuh cinta adalah kutukan yang harus gue tanggung seumur hidup gue. Setelah berakhirya kisah gue dengan Hana, datanglah seorang menggantikan. Seorang yang kulah di kota seberang. Seorang yang hobi sekali berbicara dengan bahasa asing yang ia kenal. Seorang yang dikenal bernama Kiky. 

Perkenalan gue dengan Kiky juga bukan merupakan perkenalan yang luar biasa, bahkan lebih condong sebuah perkenalan yang tak wajar. Tapi, berkat berkenalan tak wajar itu lah kami jadi akrab hingga akhirnya muncul perasaan suka yang pada akhirnya di sambut dengan duka nestapa saat semesta memisahkan kami berdua. Entah karena apa dia pergi begitu saja saat rasa itu mulai mencapai ubun-ubun. Ada rasa kecewa di akhir semester ke dua gue. 

Tapi, Tuhan yang maha luar biasa, DIA meyakinkan gue bahwa jika kita ikhlas merelakan satu orang untuk pergi, maka akan datang seribu orang pengganti. Itulah yang gue yakini saat gue bertemu dengan dia. Dia, seorang perempuan dari jurusan seberang. Seorang perempuan penikmat balapan, seorang perempuan berambut panjang berwarna coklat terang. Seorang perempuan bernamakan Ayu. 
Kisah gue dengan Ayu bukan juga kisah cinta yang layak untuk di dendangkan. Sejatinya, kisah cinta ini mungkin tak pernah ada, suatu kisah cinta klasik dimana ada seorang laki-laki menyukai seorang wanita tetapi si wanita tak pernah menyukai si pria. Tetapi ini bukan cerita cinta yang bertepuk sebelah tangan, ini adalah kisah cinta yang tak pernah tersampaikan.

Waktu pun berlalu, semua kekecewaan akan cinta yang selalu pupus pun perlahan mulai terobati oleh aliran sang waktu. Katanya waktu itu adalah obat yang paling mujarab di dunia, ia tak hanya mampu menyembuhkan luka, tapi juga bisa membuat orang mengubah watak,  pikiran, dan perasaan seseorang. Seiring berlalunya semester tiga dan datangnya semester empat, gue kembali merasakan apa itu cinta. Cinta yang berbeda dari cinta sebelumnya. Cinta kepada seorang perempuan anggun dari ibu kota. Cinta dengan perempuan bernama Adisty Wijaya.
Satu tahun lamanya kami bersama, walaupun terpisahkan oleh 562 KM, tak membuat kami menjadi jauh. Sesekali dalam beberapa bulan gue datang kesana, mengunjungi nya. Dan entah bagaimana, dia selalu mempunyai banyak waktu luang di tengah segudang aktivitas yang sedang ia lakoni. Banyak sekali hal luar biasa yang kami lalui dengan berbagi tawa bersama. "Gue suka lihat orang lain ketawa", katanya. Ibarat orang tersihir hingga pada akhirnya gue berikrar di dalam diri gue sendiri bahwa gue akan selalu menghadirkan tawa untuk dia.

Waktu berlalu dan karenanya semua hal mulai berubah. Hari itu baru memasuki bulan kedua dari semester tujuh. Sebuah pernyataan baru terlontar dari dirinya, untuk menyudahi semua ini. Semua hal indah yang di bangun selama ini. Tetapi, dia berjanji tidak akan melupakan apa yang telah kami lalui. Lalu dia kembali bermetamorfosis. Dari seorang perempuan yang pada awalnya hanya seorang teman, menjadi seorang sahabat, lalu berubah menjadi seorang kekasih, dan akhirnya kembali ke bentuk sempurna menjadi seorang sahabat. Dari dia lah, gue mendapat sebuah pelajaran penting dalam hidup ini, karena begitulah seorang sahabat, tak perduli berapa banyak pertentangan terjadi, berapa banyak kenangan yang ada, dan betapa dalamnya rasa cinta yang ada. Sahabat tetaplah sahabat, sekarang dan nanti. 

Semester tujuh ingin segera berlalu, tapi kenangan tentang dia masih tersimpan rapi di dalam helaian memori di kepala ini. Bulan Oktober di tahun semester tujuh ini, kisah cinta gue kembali merangkak naik ke permukan setelah perkenalan gue dengan seorang perempuan sekelas, Nayla. Namun, kisah ini pun seakan hanya sebuah kisah bualan semata, kisah yang terpaksa harus berakhir di bulan februari, persis sehari sebelum hari berbagi coklat datang. 

Sehari setelahnya, kutukan mudah jatuh cinta itu datang lagi menimpa gue. Gue kembali diperkenalkan dengan seseorang oleh Tuhan lewat cara-cara yang tak biasa. Kali ini, lewat sosial media, awal gue mengenal sosok perempuan bertinggi sedang, berambut hitam, bergigi kelinci, dan bermata coklat muda itu. Seorang perempuan yang kelak gue kenal dengan nama Krisya. 

Krisya sosok perempuan penggemar cerita, dari dia lah gue kembali belajar apa itu mendengarkan orang lain, belajar apa itu menghargai apa pun yang disampaikan oleh orang lain. Tiga bulan lamanya kami menuliskan kisah pertemanan kami, dan seiring waktu berjalan perasaan ini menjadi semakin dalam dan dalam. 

Selalu ada cerita baru dan tak pernah ada keraguan sedikitpun untuk mendengarkan dia berkisah. Tiga bulan lamanya kami berbagi cerita, walau selalu dia yang mendominasi cerita, tak pernah ada rasa dendam karenanya. Tiga bulan mozaik cerita hidup gue kembali bergerak, mencari kepingan-kepingan yang sesuai yang gue harap ada di dirinya. 

Namun, terlalu tinggi harapan akan membuat celah yang lebar untuk mendatangkan rasa kecewa. Dia yang gue harap akan menjadi kepingan terakhir mozaik ini ternyata malah pergi. Pergi karena dia tak ingin dicintai oleh hati yang gue miliki ini. "Sekali teman ya teman, tak boleh sesama teman saling ada perasaan sayang", katanya suatu waktu. 

Dan dari mereka gue tau apa arti sebernarnya dari cinta. Cinta yang pada awalnya hanya sebatas selalu bertemu, cinta yang sebatas hanya saling menyatu, cinta yang hanya sebatas terucap dalam balutan kata-kata rindu. Seiring waktu, gue tahu cinta selalu lebih dari itu, lebih dari sekedar ucapan dari bibir yang terkadang kelu. Cinta itu melampauhi semua definisi yang ada di dunia, melampauhi kekekalan dari energi, cinta kadang tak perlu dikatakan, hanya perlu ditunjukkan dengan segenap niatan.
Hari ini, gue duduk bersila menghadap Sang Illahi, bercerita tentang semua ini. Bercerita tentang kisah yang tak pernah sempurna tetapi luar biasa ini. Karena mereka sahabat-sahabat gue, gue ada di tempat ini. Karena mereka orang tua gue yang selalu mendukung apapun yang gue lakukan. Karena mereka srikandi-srikandi yang telah bersedia mampir mengisi relung hati ini, gue bisa menikmati hidup ini. 

Karena mereka adalah bagian terindah dalam hidup gue...




2 Responds