Tentang Waktu

3:46 PM

Picture by Google
Untuk saat ini, ijinkan aku menikmati waktu ku yang telah KAU berikan ini. Untuk saat ini, ijinkan aku mensyukuri segala yang telah engkau beri. Terimakasih telah memberi ku waktu sampai saat ini


 "Demi Masa..." dia mulai melafalkan teks yang ada di depannya. Ada ragu yang sungguh terlalu dari sinar wajahnya yang kian lama kian membiru. 

"Kenapa nggak diteruskan membaca artinya, nyoo?", tegur ku yang sedari tadi memperhatikannya. 

Dia.. ,perempuan berwajah indo, yang telah hampir setengah dekade aku kenal, duduk di sebuah karpet bermotif bunga sakura tepat di bawah jendela di kamarnya. Tersorot cahaya mentari sore yang kian lama kian memuram. Dia duduk disana membawa sebuah buku yang terlihat usang. 

Sedetik dua detik kemudian aku tersadar itu adalah buku yang ia dapatkan dari seorang pengamen kecil tempo hari saat ia menjemput ku di bandara. Buku usang itu digantinya dengan seperangkat alat tulis dan sebuah seragam putih merah. Sembari berkata, "kamu yang rajin ya sekolahnya" lalu mengusap kepala pengamen itu dan dia pun menghilang di tengah keriuhan.

"Terjemahan Surat dalam Al Quran", gumamku membaca judul di buku yang sampulnya pun telah raib dimakan sang waktu. 

"Demi masa... sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam keadaan merugi (celaka), kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran.' Lanjutnya membaca.

Dia seorang perempuan beragama katholik taat yang pernah aku lihat, kini sedang terduduk, termangu, mencoba meresapi apa yang baru saja ia baca.

"Nyoo.." katanya sembari memberi ku sebuah pertanda untuk duduk di sebelahhnya. "Lu tau nggak kenapa pada awal kalimat ini tertulis 'Demi Masa' " Lanjutnya
"Setau ku itu semacam sumpah"
"Sumpahnya siapa?"
"Sumpahnya Tuhan, nyoo. Itu yang barusan kamu baca adalah surat Al- Ashr, dan kalo aku nggak salah inget, di surat itu Tuhan bersumpah atas nama waktu" begitu jelasku sembari mengingat-ingat apa yang aku pelajari dari guru ngaji ku, beberapa puluh tahun silam.
"Kenapa ya, Tuhan sampai bersumpah segala? Bukankah tanpa melakukannya pun DIA akan selalu memenuhi apa yang telah DIA janjikan?"
"Entahlah, nyoo." Kataku sambil menghempaskan tubuh ke sebuah sofa berwarna peach, lalu mengambil beberapa bantal dan membenamkannya ke wajah. 

Sebuah hembusan nafas panjang terdengar dari dia yang masih saja memandangi buku usang itu. Mata nya kini menerawang jauh ke cakrawala. 

"Nyoo... Kalo menurutmu waktu itu apa?" tanyanya sembari mendaratkan sebuah pukulan ringan dengan sebuah bantal bundar. Pukulannya yang tidak terlalu keras itu tak ayal membangunkan ku yang sedang mencoba menikmati saat-saat ku bersamanya. Membangunkan ku yang sedari tadi berpikir, Kenapa Tuhan perlu bersumpah.
"Waktu itu... " aku menggantung kalimatku sembari mencoba merangkai jutaan  kata yang ada di kepala. Kemudian sebuah tatapan hangat kembali terpancar dari dirinya. Matanya yang bulat sempurna berpadu dengan warna riasan hitam tipis di sekitar alisnya, tak ayal membuat jutaan kata yang tadi ada di kepala menjadi sirna.
"Waktu itu.. bagi ku, adalah sesuatu yang paling berharga di dunia. Waktu adalah sesuatu yang tak akan bisa dapatkan untuk ke dua kali, atau pun ketiga kalinya. Waktu itu seperti senjata bikinan Tuhan, dia mampu mengobati luka, menghapus duka, membuat orang merasakan suka, dan masih banyak lainnya"
"Terus?" katanya
"Aku rasa itu lah sebabnya Tuhan bersumpah atas nama waktu. Coba kamu baca lagi arti ayat yang kamu baca tadi."

Lalu ia pun melafalkannya kembali, dua bahkan tiga kali. 

"Coba deh kamu perhatiin baik-baik. Di situ Tuhan bersumpah atas nama waktu bahwa manusia akan celaka kecuali mereka yang beramal dan bersabar" Lanjut ku mencoba  mengeneralisasikan.
"Sadar nggak sadar sih nyoo.." Lanjut ku. "Setiap manusia diberi waktu 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu. Tapi banyak dari mereka seakan tak pernah mensyukurinya." tambahku.
"Bukankah dengan melakukan segala hal yang positif itu termasuk mensyukurinya, nyoo?
"Iya sih.. tapi di luar sana masih banyak orang yang jarang menyadari bahwa waktu adalah hal sepele yang sebetulnya sangat berharga yang mereka punya, tapi mereka sering lupa. Karena sepele, maka banyak dari mereka seakan hanya membiarkannya berlalu begitu saja." Lanjutku sembari mengubah posisi ku menjadi duduk tegap menghadap langsung ke wajahnya yang mulai terlihat lesu.

"Banyak orang yang masih diberi waktu untuk bersama orang yang seharusnya dia sayangi, malah mengabaikannya. Lalu, ketika Tuhan mengambil waktu mereka, hanya ada tangis yang tersisa. Sembari berharap mereka dapat memutar waktu dan mengubah segalanya."

Satu kenyataan  besar mendadak muncul ketika aku usai kalimat itu. Kenyataan bahwa aku juga pernah menyia-nyiakan waktu yang telah Tuhan pilihkan untuk ku.

"Dan pada waktu.. bemunajatlah jutaan rindu." serunya membaca sebuah kutipan yang ada di dalam sebuah buku yang beru saja dia ambil dari rak berbentuk hati berwarna merah jambu. "Kalo seandainya lu diberi kesempatan untuk kembali ke satu waktu, kamu akan ngapain nyoo?" imbuhnya
"Kalau aku masih diberi satu kesempatan untuk memutar aliran waktu. Aku ingin kembali menemui seseorang. Berkata sejujur mungkin tentang perasaan yang lama terpendam."
"Seseorang? Krisya?" tebak nya sembari mengangkat satu alis nya.
Aku mengangguk..
"Kalau aku bisa kembali ke waktu saat kami dulu sering bertemu. Aku ingin sekali membagi rindu, mengajaknya untuk bersamaku, selalu." jawabku lirih.
Sebuah tepukan lembut mendarat di pundak ku. Hempusan nafasnya mulai terasa hangat saat dia mendekatkan wajahnya. "Life must go on. Dengan atau tanpa dia." bisikknya di telinga.

Dan saat itulah aku berharap bahwa waktu benar-benar akan mengubah segalanya. Menghapus kan duka, menggantinya dengan suka.

Untuk saat ini, ijinkan aku menikmati waktu ku yang telah KAU berikan ini. Untuk saat ini, ijinkan aku mensyukuri segala yang telah engkau beri. Terimakasih telah memberi ku waktu sampai saat ini.

10 Responds