Reuni ─ Alan Lightman

5:01 PM

Jikalau ada hal yang harus dikhawatirkan ketika datang ke sebuah reuni itu bukan seberapa diri kita sudah jauh berbeda. Namun, seberapa banyak kenangan yang akan diceritakan. Seberapa banyak orang lain mengingat tentang diri kita dan seberapa kita ingat tentang mereka.

Charles, misalnya, seorang dosen di salah satu universitas kecil di Amerika menceritakan pengalaman reuninya. Usianya 50 tahun ketika datang ke reuni kampusnya setelah tiga puluh dua tahun meninggalkannya. Dosen sastra yang memuja kata-kata dan miskin emosi itu merasa terlalu malas untuk datang ke reuni. 

Baginya reuni bukanlah ajang saling mengingat kebaikan yang pernah ada. Reuni hanya menyita waktunya yang lebih ingin ia habiskan dengan tidur atau membaca buku. Charles terlalu capek sejak dalam pikiran.

Charles memiliki semua perasaanku ketika datang ke sebuah reuni. Rasa malasku bermula dari reuni yang hanya menjadi ajang formalitas pertemuan. Tidak ada obrolan dalam tentang kenangan saat-saat masih bersama. Kebanyakan yang datang selalu sibuk dengan gawai yang dipegang. Obrolan hanya sekadarnya. Saling sapa lalu berfoto dan kemudian berlalu. 

Untungnya hal yang aku alami tidak terjadi pada Charles. Kampus bagi Charles begitu sangat dalam maknanya. Setiap sudut menggulungnya dengan banyak cerita tentang masa yang pernah ada. Kenangan akan cinta pun tak luput melumatnya.

Adalah Juliana, seorang penari ballet yang berhasil mencuri segenap dirinya yang utuh itu. Seperti cinta masa muda lainnya, Charles awalnya juga tidak terlalu memusingkan hadirnya Juliana dalam hari-harinya. Namun, semakin ia menafikkannya, semakin bayangan Juliana datang menghantuinya. 

Kehidupan romantisnya yang belakangan bagaikan padang pasir perlahan mulai berubah. Oase bernama Juliana datang menyegarkan hidupnya yang kaku, serius, cerdik, tetapi lamban itu. Hidup Charles berubah seketika. Ia selalu harus akan Juliana, selalu ingin bersamanya setiap detik, menit, jamnya. Dan Charles benci ini. Benci kebutuhan untuk selalu ada Juliana dalam harinya.



Juliana dalam bayangan Charles digambarkan sebagai seorang perempuan independen yang tak ingin hidupnya disetir oleh orang lain. Tidak ingin didekte.. Tidak oleh bibinya, ibunya, atau bahkan Charles sekalipun. Pahit yang dialaminya dulu membuatnya hanya percaya kepada diri sendiri. Juliana adalah semua kebalikkan yang ada pada Charles.

Charles tahu dan sadar akan hal itu dan malah semakin terobsesi dengan Juliana. Sebagai penggemar Emily Dickinson, Charles puny acara sendiri dalam mendapatkan perhatian Juliana: puisi.

Juliana sangat suka sekali puisi yang dibuat Charles kepadanya. Satu jam keabadian, tulis Charles kepada Juliana.

Perangai Juliana ini menenggelamkanku pada sebuah ingatan pada seorang perempuan. Dia, perempuan penyuka karya Gunawan Tri Atmodjo itu juga tidak ingin apa yang dikerjakan, apa yang ia sukai diatur oleh orang lain. Walaupun pada kenyataannya ia selalu terikat pada kebutuhan-kebutuhan akan adanya orang lain dalam hidupnya. Manusiawi, aslinya. 

Yang membuatku suka dengan perempuan itu karena ia secara tidak malu menyatakan bahwa ia tak suka terhadap sesuatu. Hal yang sebenarnya ada juga dalam diriku tetapi tak pernah berani aku tunjukkan. Ia tak ragu ingin memprotes sesuatu yang tak sesuai dengan apa yang disepakati. Ia juga selalu ngantuk walau selalu bisa tidur sangat larut. 

Aku suka dengan perempuan itu karena dia suka membagi mimpinya. Kami suka sama-sama berbagai sebentuk ketidakpuasan pada hidup. Walaupun ada satu sisi dalam diriku yang ragu bahwa aku bukanlah satu-satunya lelaki yang pernah diajaknya berbagi soal hal itu. Namun, aku tak peduli. There are so much me in her, hanya itu yang aku yakini.

Keraguan akan sosok perempuan yang dikagumi ini juga dirasakan Charles kepada Juliana yang benar-benar digambarkan sangat mempesona. Apalagi dalam sepertiga akhir cerita diceritakan bahwa salah seorang dosen Charles ketahuan menyelingkuhi Juliana. 

Geram. Tentu yang dirasakan Charles. Besarnya rasa cintanya kepada Juliana tak mampu meredam amarahnya yang buncah. Untuk beberapa lama mereka saling memberi jarak. Menyelai diri mereka sendiri agar bisa kembali saling mengerti.

Hadirnya janin dalam diri Juliana menjadi sebuah hal yang membahagiakan dan sekaligus membawa duka. Bahagia karena artinya Charles lebih memiliki alasan kuat untuk selalu bersama Juliana. Duka karena Charles bisa saja kehilangan kesempatan meraih gelar sarjananya dan Juliana terancam kehilangan mimpinya sebagai penari ballet.



Charles gontai. Pikirannya kacau. Satu sisi dia ingin menyelamatkan gelar sarjananya yang hanya tinggal satu tahun. Pada sisi yang sama ia ingin Juliana bisa meraih mimpinya. Namun, di sisi lain, bayi itu menghantui dirinya. Dia tidak ingin Juliana melakukan aborsi walau sangat ingin. 

Pada akhir bagian menuju akhir cerita, Juliana melakukan hal yang tidak dapat Charles duga sebelumnya. Charles seorang calon mahasiswa sastra yang selalu berkutat dengan kata-kata menjadi tak berdaya. Juliana mencerabut semua kata yang bahkan belum sempat Charles kira ada…



Judul buku: Reuni 
Penerbit: Pantheon
Dialih bahasakan oleh: Arief Ash-Shidiq dan Yusi Avianto Pareanom
Diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Banana
ISBN: 979-978-1079-58-7
Tebal: 174 halaman 

0 Responds