Blind Date with a Book

1:35 AM

Apa jadinya jika mereka-mereka yang sudah punya pasangan, punya anak atau istri, mereka-mereka yang masih sendiri, atau mereka yang sudah tidak mau lagi berharap akan hal baik yang dimaui langit terjadi di hidupnya, yang mungkin satu atau beberapa di antaranya belum pernah saling bertemu, berkumpul di satu siang yang membuat keringat membasahi kaos, berkencan bersama? 

Lucunya, kencan ini bukan kencan yang begitu mengedepankan pemenuhan hasrat romantisme asmara semu. Kencan ini bukan kencan yang begitu mengedepankan pemenuhan hasrat romantisme asmara semu dan bukan menjadi ajang di mana kecantikan atau ketampanan menjadi hal yang diutamakan. Kencan ini bukan kencan yang begitu mengedepankan pemenuhan hasrat romantisme asmara semu, bukan menjadi ajang di mana kecantikan atau ketampanan menjadi hal yang diutamakan, di mana setiap pesertanya diwajibkan untuk membawa sebuah buku untuk saling diperpinjamkan.  Kencan ini bukan kencan yang begitu mengedepankan pemenuhan hasrat romantisme asmara semu, bukan menjadi ajang di mana kecantikan atau ketampanan menjadi hal yang diutamakan, di mana setiap pesertanya diwajibkan untuk membawa sebuah buku untuk saling diperpinjamkan, tanpa tahu buku yang akan dipinjamkan seperti apa atau tentang apa.



Hal yang kemudian membawaku teringat apa yang dikatakan oleh seorang teman bahwa buku adalah jendela dunia. Dan buku yang sedang kita baca adalah sebentuk usaha nyata melihat dunia itu. Namun, sering kali sebagai manusia yang ketika melihat sebentuk dunia yang ia rasai cocok akan timbul rasa congkak, sombong, dan sebentuk kesewenang-wenangan dalam mengatai bahwa dunia orang lain itu tidak jauh lebih baik dari dirinya. Blind Date with a Book hadir untuk meruntuhkannya.

Dengan tidak tahu buku apa yang didapatkan dari hasil kencan, dunia kita –para kutu buku ini- akan bertambah menjadi semakin luas. Hal yang kemudian ditegaskan Mbak Yula, si koordinator acara, sebagai sebuah usaha untuk para pembaca buku untuk duduk dan bersenang-senang bersama...buku!

Buku-buku yang akan dijadikan teman kencan tidak dibatasi baik dari sisi genre, tebal, pengarang, penulis, editor, maupun apakah buku baru atau tidak baru. Buku-buku ini dibungkus dalam kertas coklat dengan disertai empat sampai lima kata kunci dengan masing-masing kata kunci tidak lebih dari tiga kata. 

Mbak Russel got her jackpot :)

Setelah buku-buku dikumpulkan dalam satu boks, dan difoto, dan diupload ke stories WhatsApp, atau boleh juga stories Instagram, buku-buku ini mulai diperpinjamkam secara silang. Ada banyak cara bagaimana masing-masing peserta ini mendapatkan buku pinjamannya. Dan, dari sekian banyak cara itu, menjawabi pertanyaan adalah yang dipilih.

Pertanyaan yang diajukan pun tidak terbatas pada hal yang berkaitan soal buku apa yang paling disukai, mengapa atau kok bisa. Aku misalnya mendapatkan pertanyaan tentang hal apa yang paling menyenangkan yang pernah dilakukan. Jika saja forum ini adalah forum bebas, maka mencintai adalah jawaban yang aku berikan. Namun, aku cukup sadar diri dan memilih menjawab hal lain. Dan giliran pertanyaan ini diputar sampai semua orang yang datang kebagian. 



Walaupun disebut sebagai kutu buku, sebutan yang sejatinya hanya muncul di tulisan ini, trah orang Indonesia yang lekat dengan ketidakmauannya untuk membaca buku dengan ketebalan lebih dari 300 halaman masih ada. Pahadal jika mengacu pada alinea tiga dan empat dalam tulisan ini, buku dengan durasi halaman segitu adalah cara bagi seseorang untuk menjelaskan tentang dunianya. Walaupun aku benar-benar bersyukur tidak ada yang bawa kitab suci di acara ini.

Setelah kejutan tersingkap dan difoto dan diupload ke stories WhatsApp, atau ke stories Instagram, setiap yang datang bercerita tentang buku yang diperpinjamkannya. Pada titik ini muncul setitik kekecewaan aslinya. Mungkin aku berharap lebih dari para kutu buku ini, atau mungkin langit sudah berhenti memberi apa yang aku maui. Para kutu buku ini memiliki alasan yang cenderung sama. Bahwa buku tersebut telah mengubah dunianya, bahwa penulisnya adalah pasangannya, bahwa ia suka dengan cara bercerita si penulis, dan sebagainya, dan sebagainya.

Dan hanya Mbak Yula yang pegang bukunya terbalik 


Aku selalu berpikir bahwa buku selalu lebih dari segenap unsur intrinsik yang ada dan menyelimutinya. Ia juga membawa unsur-unsur ekstrinsik. Bagiku misalnya, buku Pelisaurus yang ditulis oleh Gunawan Tri Atmodjo adalah buku yang sarat dengan unsur ekstrinsik itu.

GTA sendiri adalah seorang penulis yang dikenalkan oleh seorang perempuan berambut panjang berombak berwarna sedikit kemerahan bekas pewarnaan yang sudah pudar. Perempuan berlesung pipi dalam ini punya segudang cerita ketika kami sedang bersama. Daftar unsur ekstrinsik ini bisa saja aku perpanjang hingga bertumpuk-tumpuk halamanan jika saja mengenang dia tidak begitu menyakitkan.

Namun, kembali lagi ke bagian utama yang dicetak tebal pada alinea keempat tulisan ini. Bahwa acara ini dibuat untuk mendudukkan para pembaca buku bersama, walaupun ketika membaca broadcast message yang disebar Mbak Yula, ada bumbu-bumbu harapan bahwa akan juga menemukan teman kencan, aku tak ingin memaksakannya.

0 Responds